Apabila kita renungkan dan kita teliti lebih jauh dan mendalam terlepas dari unsur spritual, takhayul dan magis yang merupakan sifat dari hukum adat adalah kemampuan mereka untuk dapat menjaga kelestarian alam agar bisa tetap lestari dan digunakan sepanjang waktu, hal yang ada dalam masyarakat adat tersebut tidak ada dalam kamus masyarakat modern. Kearifan lokal atau nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat adat timbul secara naluriah yang mereka dapatkan dari hasil kedekatan hidup mereka dengan alam, alam menjadi sahabat, mitra, dan tempat hidup karena mereka sangat meyakini bahwa alam adalah karunia Tuhan dan warisan nenek moyang yang harus mereka jaga dan pelihara dengan sebaik-baiknya.
Konsep sistem kearifan lokal sebenarnya berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan masyarakat adat, hal ini dikarenakan kedekatan hubungan mereka dengan lingkungan dan sumber daya alam. Melalui proses interaksi dan adaptasi dengan lingkungan dan sumber daya alam yang panjang, masyarakat adat mampu mengembangkan cara untuk mempertahankan hidup dengan menciptakan sistem nilai, pola hidup, sistem kelembagaan dan hukum yang selaras dengan kondisi dan ketersediaan sumber daya alam disekitar daerah yang ditinggalinya.
Pengalaman berinteraksi dan beradaptasi secara erat dengan alam telah memberikan pengetahuan yang mendalam bagi kelompok-kelompok masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam lokalnya. Mereka telah memiliki pengetahuan lokal untuk mengelola tanah, tumbuhan, dan binatang baik di hutan maupun di sungai untuk memenuhi segala kebutuhan hidup mereka seperti makanan, obat-obatan, pakaian, dan pemukiman. Harus diakui bahwa masyarakat adat yang hidup puluhan ribu tahun merupakan “ilmuan-ilmuan yang sangat mengetahui” tentang alam lingkungan mereka. Sayangnya, sistem pengetahuan lokal mereka belum banyak didokumentasikan, dipublikasikan, dan disosialisasikan, bahkan dalam percepatan pembangunan saat ini keberadaan masyarakat adat dan kearifan lokalnya cenderung tersingkir dan terpinggirkan.
Peranan Masyarakat Adat Dalam Pembangunan
Lampung adalah Provinsi penyangga Ibu Kota, hal tersebut menyebabkan pembangunan di Lampung berjalan begitu sangat pesat, namun pembangunan tersebut akan memberikan dampak dan akibat yang buruk bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup apabila cara-cara membangun dan mengeksploitasi alam dilakukan secara serampangan, tanpa tanggung jawab dan tidak memperhatikan kelestarian, keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan alam sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan menjadi semakin mengkhawatirkan. Padahal dalam pembangunan harus memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan yang artinya harus ada upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Keberadaan dan peran masyarakat adat dalam sistem pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan saat ini belum mendapat perhatian dan tempat dalam sistem perencanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam nasional. Justru percepatan pembangunan ternyata telah menyebabkan banyak kelompok masyarakat adat kehilangan akses atas sumber daya alam berupa hutan dan tanah mereka yang pada gilirannya juga mengeliminir, mengikis bahkan menghancurkan kelembagaan dan hukum adat masyarakat setempat. Hal ini dapat terjadi karena dalamhal proses perencanaan dan peruntukan tanah dan hutan oleh pemerintah, masyarakat adat sangat jarang sekali dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Paradigma dan kebijakan dasar pembangunan yang dominan saat ini adalah berorientasi pada industrialisasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Paradigma dan kebijakan pembangunan ini bersumber pada ideologi kapitalisme yang bersandar pada paradigma ilmu pengetahuan modern yang menganggap bahwa “tradisi adalah suatu masalah” dan menghambat pembagunan. Padahal ilmu pengetahuan modern tidak sepenuhnya berhasil menjelaskan sistem ekologi yang kompleks. Sistem ekologi yang kompleks ini sangat beragam, baik secara spasial dan temporal, dan menyebabkan usaha generalisasi memiliki arti kecil terutama untuk memberi masukan pada usaha perspektif penggunaan sumber daya yang berkelanjutan. Masyarakat ilmiah saat ini cenderung menyederhanakan sistem ekologi yang kompleks, dengan akibat timbulnya serangkaian persoalan dalam penggunaan sumber daya alam serta kerusakan lingkungan.