HAK ULAYAT MASYARAKAT ADAT LAMPUNG (HAK KUASA TANAH ATAU WILAYAH ADAT)

0
921

Jika dilihat dari sistem hukum tanah adat, hak ulayat dapat mempunyai kekuatan berlaku kedalam dan keluar. Kekuatan kedalam berhubungan dengan para warganya, sedang kekuatan berlaku keluar dalam hubungannya dengan bukan anggota masyarakat hukum adatnya,yang disebut “orang asing atau orang luar”. Kewajiban utama penguasa adat yang bersumber pada hak ulayat ialah memelihara kesejahteraan dan kepentingan anggota-anggota masyarakat hukumnya, menjaga jangan sampai timbul perselisihan mengenai penguasaan dan pemakaian tanah dan kalau terjadi sengketa ia wajib menyelesaikan. Sedangkan untuk hak ulayat mempunyai kekuatan berlaku ke luar, hak ulayat dipertahankan dan dilaksanakan oleh penguasa adat atau masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Orang-orang asing, artinya orang-orang yang bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang bermaksud mengambil hasil hutan, berburu atau membuka tanah, dilarang masuk lingkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat tanpa ijin penguasa adatnya.

Baca Juga  Hulu Tulung, Cara Ulun Lampung Menjaga Lingkungan

Terkait penguasaan hak ulayat lainnya, masyarakat adat lampung pada wilayah yang masih terbatas jumlah penduduknya dengan rumah yang masih terpencar-pencar dipisahkan oleh rimba hutan ada wilayah yang disebut dengan Umbul. Dari beberapa umbul yang letaknya saling terpencar tersebut biasanya terdapat lokasi-lokasi perladangan yang disebut Huma, Huma merupakan kebun yang dalam pengerjaannya dikerjakan secara bersama-sama dengan tradisi nugal, dalam suatu kelompok umbulan mengerjakannya secara bergotong royong sebagaimana ciri masyarakat adat yang komunalistik dan kekeluargaan. Selain itu ada juga sejenis kebun-kebun dalam sebuah hutan tanaman kecil yang disebut dengan Repong, Repong-repong tersebut bisa berisi repong damar, repong lada, repong kopi, repong durian dan lain-lain. 

Saat ini eksistensi hak ulayat masyarakat adat semakin melemah karena pengaruh bertambah menguatnya hak-hak individual para warga masyarakat. Selain itu, kenyataan ini diperkuat dengan adanya pengaruh eksternal terutama kebijakan dan tindakan pihak pemerintah untuk keperluan pembangunan ataupun kepentingan industrialisasi pihak pengusaha swasta. Tidak diaturnya secara spesifik mengenai hak ulayat dalam undang-undang disatu sisi karena pemerintah kesulitan disebabkan karena pada setiap daerah hak ulayat memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dan disisi yang lainnya akan dapat semakin membuat ketidak pastian hukum sehingga menimbulkan bibit-bibit konflik pertanahan dibeberapa daerah.

Baca Juga  Komunikasi Asertif ala Nabi Muhammad SAW

Payung hukum mengenai eksistensi hukum adat khususnya mengenai hak ulayat masyarakat hukum adat sebenarnya selain termuat di dalam undang-undang Dasar terdapat juga dalam Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia menegaskan bahwa pengakuan dan perlindungan kepada masyarakat hukum adat merupakan bagian dari penghormatan terhadap hak azasi manusia, pada Pasal 41 disebutkan bahwa Identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman. Selain itu, secara ekspilisit Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/ Tahun 2012 tentang Hutan Adat telah mengukuhkan eksistensi masyarakat adat terhadap penguasaan dan pengelolaan tanah adat khususnya hak ulayat. 

Hak ulayat merupakan hak penguasaan tanah yang diwariskan oleh nenek moyang yang memiliki nilai kelestarian, kesinambungan, dan kecintaan terhadap alam. Bagi masyarakat adat khususnya masyarakat adat lampung dengan segala kearifannya yaitu kebiasaan untuk hidup sinergi dan menyatu dengan alam patut dijadikan sebagai modal imunitas terhadap perilaku masyarakat modern yang tidak ramah lingkungan, berpikiran instan, dan membangun dengan cara merusak alam. Pemerintah khususnya pemerintah daerah wajib dalam memberikan peran-peran para peneliti, akademisi, dan tokoh adat dalam proses pelaksanaan pembangunan agar nilai-nilai luhur berupa kearifan lokal yang terkandung di dalam masyarakat adat dapat tetap dilestarikan, dijaga dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.