Oleh : Cici Anggara, S.Pi.,M.P
Ketua Tim Kerja Pengawasan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan/Penyidik Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar di Provinsi Lampung juga berdampak kepada tingkat resiko terjadinya pelanggaran sektor kelautan dan perikanan. Hal ini dapat dilihat dari data penanganan pelanggaran dan penegakan hukum sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Lampung. Penanganan pelanggaran dan pengakan hukum sektor kelautan dan perikanan dilakukan oleh Penyidik Perikanan, TNI AL dan POLRI. Tiga instansi ini membangun sinergisitas bersama dalam upaya mengurangi resiko pelanggaran di perairan dan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta akvitas distribusi hasil perikanan.
Sejak tahun 2021 Pemerintah Provinsi Lampung telah berhasil mengungkap kasus peredaran dan penyelundupan benih bening lobster sejumlah 467.614 ekor jenis pasir dan 1.007 ekor jenis mutiara, dengan total estimasi harga sebesar Rp. 70.293.150.000,- (tujuh puluh milyar dua ratus sembilan puluh tiga juta seratus lima puluh ribu rupiah), serta telah dilepasliarkan ke alam di perairan Pantai Mutun dan Pantai Ngambur, sebagai bentuk implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia. Kemudian baru 1 pekan berikutnya Pemerintah Provinsi Lampung juga telah mencegah penyelundupan benih lobster di Kabupaten Pesisir Barat sebanyak 16 Ribu dengan total estimasi harga Rp. 2.4 Miliar. Pada tahun 2021 juga terjadi pelanggaran pemanfataan tata ruang laut sebanyak 3 kasus terkait dugaan reklamasi tak berizin, kegiatan Penangkapan ikan dengan cara merusak (Destructive Fishing) sebanyak 5 kasus. Kasus pencemaran juga menjadi pelanggaran yang serius di Provinsi Lampung yang dpaat menganvam biota dan ekosisten laut. Pencemaran tahun 2021 berupa limbah padat yang mengandung minyak berwarna hitam pekat yang memenuhi pantai di Perairan Lampung. Pemerintah Provinsi Lampung bersama Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Lingkungan Hidup, Komisi IV DPR RI telah bersama-sama melakukan upaya mitigasi serta melakukan penyelidikan terhadap pelaku pencemaran. Pemerintah Provinsi Lampung juga telah melakukan upaya pendataan inventarisasi lokasi dan jenis kerusakan atau pencemaran akibat limbah.
Pada atahun 2022 dalam rangka pengawasan pemanfaatan ruang laut di Provinsi Lampung di Kawasan Wisata Bahari sebagai bentuk implementasi pengawasan pasca terbitnya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah dilakuan pemeriksaa perizinan berusaha di 3 lokasi yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran dan Kota Bandar Lampung ditemukan pelaku usaha pemanfaatan ruaang laut dari 34 dengan hasil pengawasan 30 Pelaku usaha Wisata Bahari tidak memiliki Perizinan berusaha (NIB), 8 Pelaku Usaha Wisata Bahari Memanfaatkan ruang laut yang belum memiliki perizinan dasar Konfirmasi/Persetujuan kesesuaian kegiatan pengelolaan ruang laut (KKPRL).
Pelanggaran di sektor usaha perikanan tangkap juga mendominasi tahun 2022 yaitu penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang dengan menggunakan alat tangkap Trawl/pukat hariumau di perairan timur lampung an pelanggaran dokuemn perizinan di perairan teluk Lampung. Berdasarkan laporan pelaksanaan pengawasan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung ada sebanyak 535 unit kapal Trawal yang beroperasi di perairan Timur Lampung dan sebanyak 20 Kapal perikan di perairan teluk Lampung yang telah melakukan pelanggaran berupa penangkapan ikan yang tidak memiliki dokumen perizinan.