Namun demikian, ia menilai ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian pemerintah. Soal Digital ID, Yusuf menilai rangkap data hingga data yang masih belum dimutakhirkan Kemendagri bisa menjadi hambatan.
“Kalau kita bicara masalah kesiapan dari teknologi di DJP itu sendiri, misalnya kan kemarin DJP sudah punya sistem Coretax. Coretax itu sebenarnya sistemnya, idealnya, disiapkan secara komprehensif. Jadi dia bisa menyimpan data-data wajib pajak dan juga data transaksi yang dilaporkan. Kalau kita perhatikan, Coretax itu sendiri itu kan bermasalah. Artinya, dia tidak dipersiapkan secara matang,” ujar Yusuf saat dihubungi Tirto, Selasa (5/8/2025).
Yusuf khawatir, jika Digital ID dan Payment ID tak disiapkan secara matang untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, kebocoran data akan sulit diantisipasi. Padahal, yang tersimpan di sistem Digital ID maupun Payment ID adalah data strategis masyarakat yang sangat penting untuk dilindungi negara.
“Ini yang juga perlu kita sampaikan, kita kritisi bahwa ketika sistem ini nanti dibangun dan juga menggunakan data dari masyarakat secara luas, itu harus dipastikan kalau sistem keamanan itu beroperasi dengan baik, beroperasi penuh, jangan sampai kemudian sistem keamanan itu dibobol dan akhirnya ya lagi-lagi yang dirugikan masyarakat,” tegas Yusuf.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai penggunaan Digital ID dan Payment ID justru mengancam privasi masyarakat. Sehingga, kurang pas bagi pemerintah untuk mendorong penerimaan pajak dengan mengintip semua transaksi masyarakat.
“Seharusnya kan fokus saja pada rekening atau e-wallet dari penjual di ecommerce, jangan si pembeli ikut di intip juga data digitalnya. Toh, selama ini integrasi antara rekening bank dengan data perpajakan sudah berjalan. Kalau sampai pembeli barang e-commerce ikut diintip data-nya, saya kira kebijakan ini akan menurunkan trust (masyarakat) pada ekosistem digital,” jelasnya, kepada Tirto.
Alih-alih menggunakan Digital ID atau Payment ID, akan lebih baik jika pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan mendasarkannya pada data-data perpajakan yang sudah tersedia. Kata Bhima, sudah dilakukannya pengampunan pajak alias tax amnesty jilid I dan II serta telah diratifikasinya Automatic Exchange of Information (AEoI) membuat DJP tak akan kekurangan data basis wajib pajak.