Dari Lubang Buaya ke Panggung Dakwah: Hikmah dari G30S

0
2

Pendahuluan

Setiap bangsa punya luka sejarahnya sendiri. Indonesia salah satunya: peristiwa G30S, yang sering kita dengar lewat cerita orang tua atau film dokumenter. Ada darah, ada pengkhianatan, ada duka yang tidak mungkin dilupakan. Tapi pertanyaannya, apakah sejarah itu hanya untuk dikenang dengan rasa takut?

Generasi muda sekarang mungkin merasa peristiwa itu sudah jauh banget, kayak nggak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Padahal, justru dari tragedi itulah kita bisa belajar banyak. Bukan sekadar soal politik, tapi soal betapa pentingnya menjaga persatuan, iman, dan nilai-nilai kebangsaan.

Sejarah memang kelam, tapi bukan untuk dihindari. Dari Lubang Buaya kita melihat betapa rapuhnya bangsa kalau terpecah oleh ideologi yang salah arah. Dan dari panggung dakwah hari ini, kita bisa menjadikan kisah itu sebagai bahan renungan: bagaimana kita, sebagai generasi muda, bisa memastikan tragedi serupa tidak terulang lagi.

Baca Juga  Refleksi 96 Tahun Sumpah Pemuda, Amiza : "Pemuda Jangan Cuma Jadi Penonton! Jadilah Pelaku Sejarah!"

Lubang Buaya: Jejak Luka Sejarah Bangsa

Kalau dengar kata Lubang Buaya, yang terbayang seringkali suasana menyeramkan. Lokasi itu jadi saksi bisu gugurnya para jenderal yang kemudian disebut Pahlawan Revolusi. Buat generasi sekarang, Lubang Buaya bukan cuma tempat wisata sejarah, tapi pengingat bahwa bangsa ini pernah diguncang makar yang hampir bikin Indonesia hancur.

Yang perlu kita pahami, peristiwa itu bukan sekadar “cerita lama” atau “film wajib sekolah”. Ia adalah simbol betapa bahayanya kalau ada kelompok yang lebih mementingkan ideologi sempit dibanding persatuan bangsa.

Jadi, Lubang Buaya seharusnya nggak cuma jadi spot foto atau tempat study tour, tapi ruang refleksi. Dari sanalah kita bisa tarik pesan: jangan pernah biarkan bangsa ini jatuh lagi ke lubang yang sama.

Baca Juga  Rasulullah SAW, Inspiring Leader

Bahaya Ideologi yang Menafikan Tuhan

Salah satu hal yang bikin G30S jadi sangat berbahaya adalah karena ideologinya jelas-jelas menolak keberadaan Tuhan. Ya ideologi komunisme, dibangun di atas pandangan hidup materialistis: manusia dianggap hanya makhluk ekonomi, tanpa dimensi iman dan akhirat. Kalau agama dihapus, apa yang tersisa untuk jadi pegangan hidup?

Islam menegaskan bahwa hidup manusia tidak bisa dipisahkan dari iman.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit…” (QS. Thaha: 124)