Perjalanan dakwah Rasulullah SAW menyimpan banyak pelajaran besar bagi siapa pun yang hari ini mengemban amanah dakwah. Salah satu tonggak penting dari sejarah itu adalah lahirnya Piagam Madinah—dokumen bersejarah yang bukan hanya menyatukan umat Islam Muhajirin dan Anshar, tetapi juga memperkenalkan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat Islam yang adil, bersatu, dan terorganisir dalam satu gerakan.
Dalam kondisi Makkah yang sudah tidak kondusif, Rasulullah memilih hijrah ke Madinah, lalu membentuk masyarakat baru dengan fondasi persaudaraan dan keadilan. Rasulullah tidak hanya berdakwah dari mimbar, tetapi juga menyusun strategi sosial dan politik melalui Piagam Madinah agar umat Islam tumbuh sebagai satu kesatuan yang kuat—ummatan wahidah.
Membaca Piagam Madinah: Konsep Persatuan dan Kedaulatan Umat Beberapa petikan penting dari isi Piagam Madinah menunjukkan pesan yang sangat jelas:
_“Mereka semua adalah satu umat yang berbeda dari kelompok manusia lainnya.”
“Tangan-tangan mereka bersatu melawan siapa pun yang menzalimi, melakukan permusuhan, atau membuat kerusakan.”
“Sesungguhnya tanggung jawab kepada Allah pada diri kaum mukminin adalah satu.”
Pesan-pesan tersebut menegaskan bahwa umat Islam harus terorganisir, memiliki struktur, serta bergerak dengan visi dan loyalitas yang jelas. Tidak ada ruang bagi fanatisme kesukuan (ashabiyyah), ego pribadi, atau perpecahan. Dalam visi Rasulullah SAW, kesatuan umat adalah kunci tegaknya dakwah dan peradaban Islam.
Al-Qur’an Menegaskan Prinsip Persatuan
Al-Qur’an juga memperkuat konsep ini dalam firman Allah SWT:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada mereka), mereka itu satu sama lain saling melindungi.”
(QS Al-Anfal: 72)