Disaat ada sebagian orang yang Phobia terhadap santri, terhadap Islam, Jihad, dengan berbagai isu yang memojokkan Islam, maka kita sebagai bagian dari kaum Muslimin wajib Bersama-sama melawan hal tersebut, kita sampaikan bahwa kemerdekaan yang hari ini kita nikmati Adalah buah dari perjuangan dan kobaran semangat Takbir Para Ulama, Santri dan Kaum Muslimin, maka menjadi kewajiban kita menjaga dan mempertahankan kemerdekaan tersebut dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar.
Di era modern ini, peran santri terus berevolusi. Santri masa kini tidak hanya belajar di pesantren, tetapi juga harus siap menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Perubahan teknologi yang pesat, arus budaya global, serta berbagai persoalan sosial dan politik menuntut para santri untuk memiliki wawasan yang luas dan adaptif. Santri harus mampu menjadi jembatan yang menghubungkan tradisi keilmuan Islam dengan kemajuan modernitas.
Lebih daripada itu santri harus dididik menjadi pejuang Tangguh, Pejuang Penegak Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Pejuang Pemersatu Umat, ditengah berbagai persoalan ummat dan bangsa hari ini. Problem utama Masyarakat dan bangsa kita hari ini adalah keimanan dan masalah Aqidah Islam. Ditengah Rusaknya integritas sebuah bangsa ketika Korupsi, Kolusi, dan Nepotismen menjadihal yang lumrah dan membudaya, maka santri harus dididik disiapkan menjadi kader-kader Pemimpin Bangsa. Ditengah rusaknya moral, akhlak, kemaksiatan menjadi hal yang lumrah dimasyarakat santri wajib dididik untuk siap Berdakwah, amar ma’ruf Nahi Mungkar memperbaiki kondisi umat.
Tanatangan Pesantren
Pesantren yang disampaikan bapak Mohamad Natsir melalui stretegi Uzlah didalam melawan strategi Penjajah , diartikan secara umum “hatinya tidak bergantung pada dunia” sebab penyakit cinta dunia (Hubbud dunya) adalah pangkal segala kerusakan. Rasulullah mengingatkan bahwa jika mereka terjangkit penyakit cinta dunia maka mereka akan lemah menjadi “Buih” dan menjadi ajang keroyokan musuh-musuhnya. Oleh karena itu pesantren harus berporos pada proses “Pembersihan Jiwa ( Tazkiatun Nafs). Setelah santri menuntut ilmu dengan kesungguhan, diiringi dengan pembersihan jiwa, maka puncaknya ialah Jihad Fi Sabilillah.
Pesantren sebagai Lembaga Perjuangan harus mencita-citakan lahirnya pejuang penggerak kebenaran, pesantren dalam hal ini para guru dan santri tidak boleh terjebak kedalam tujuan-tujan pragmatis dalam bidang Pendidikan hanya untuk sekedar melahirkan para pekerja yang bisa cari makan saja.
Nilai Pesantren sebagai Lembaga yang melahirkan Para Pejuang Agama dan Bangsa harus senantiasa melekat, menjadi value (nilai) , terpatri dalam Jiwa Santri bahwa dimanapun dan kapapun serta dalam kondisi apapun harus menjadi pejuang Amar Ma’ruf nahi Mungkar.





















