OPINI Oleh: Arkan Fadillah
Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), telah memunculkan berbagai pertanyaan kritis di tengah masyarakat.
Salah satunya, untuk siapa sebenarnya penerimaan pajak itu? Untuk kebutuhan negara atau untuk mengisi perut para pemangku kebijakan?
Sejak awal wacana ini bergulir, publik telah disuguhi banyak inkonsistensi dalam komunikasi dan kebijakan fiskal pemerintah. Kenaikan PPN memang hanya satu bagian dari sistem perpajakan nasional, namun cukup mencerminkan bagaimana arah kebijakan ekonomi negara hari ini, cenderung top-down, kurang partisipatif, dan minim empati terhadap beban rakyat.
Sebagai bentuk kepedulian, dalam kegiatan Dauroh Marhalah 2, KAMMI Bandar Lampung melakukan wawancara langsung dengan masyarakat terkait pemahaman mereka tentang pajak.