Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

Angkon Muakhi, Budaya Mengangkat Saudara 

Angkon Muakhi, Budaya Mengangkat Saudara (Foto : medianasional.id)

Oleh : Zainudin Hasan,SH,MH
Suntan Ratu Yang Tuan
Komisaris Utama wawaimedia.com

Dalam masyarakat adat lampung terdapat budaya mengangkat saudara, budaya mengangkat saudara tersebut dikenal dengan istilah Angkon Muakhi. Angkon Muakhi berasal dari bahasa lampung yaitu angkon yang berarti menganggap, mengangkat dan muakhi yang berasal dari kata puwakhi yang berarti saudara (laki-laki) sedangkan muakhi itu sendiri memiliki arti bersaudara (umumnya persaudaraan antara laki-laki dengan laki-laki, meskipun dalam prakteknya budaya angkon ini juga bisa terjadi terhadap perempuan). Peristiwa pengangkatan saudara dalam adat lampung dapat terjadi karena tiga alasan, yang pertama terjadi karena memang hubungan yang sangat erat antara kedua belah pihak seperti karena atas dasar hubungan yang sangat baik atau karena sebuah kejadian misalnya terselamatkannya jiwa atau kehormatan seseorang dalam suatu peristiwa tertentu ataupun semata-mata karena hubungan persahabatan yang sudah sangat lama pada saat sekolah, kuliah, bekerja, sepemukiman dan sebagainya sehingga untuk lebih mendekatkan lagi dilakukan prosesi angkon muakhi. 

Kedua Angkon Muakhi atau Angkon Mengangkon (Angkat mengangkat saudara) yang terjadi karena hubungan perkawinan keluarga lampung dengan masyarakat luar lampung. Sebagaimana diketahui bahwa proses perkawinan adat bagi masyarakat lampung adalah suatu peristiwa sakral yang hanya dapat dilakukan prosesi adat istiadatnya apabila antara sesama memiliki latar belakang adat dan suku yang sama yaitu lampung, sehingga bagi orang suku bangsa lain yang mengambil gadis lampung atau sebaliknya lelaki lampung menikah dengan gadis bukan orang lampung harus dilakukan proses angkon mengangkon terlebih dahulu sebelum prosesi acara adat pernikahan dilaksanakan.

Ketiga Angkon Muakhi terjadi karena adanya konflik, sengketa atau karena alasan telah terjadi peristiwa yang kurang baik misal pertikaian dimana seseorang atau beberapa orang terbunuh karena perkelahian, kecelakaan atau peristiwa lainnya. Berdasarkan implementasi kegiatan angkon muakhi dikehidupan masyarakat adat Angkon wuwarei dengan latar belakang seperti ini sering terjadi, sehingga angkon muakhi bisa dijadikan sebagai salah satu solusi atau alternatif dalam penanganan suatu masalah konflik.

Tradisi penyelesaian konflik dalam masyarakat adat lampung melalui angkon muakhi  dapat dilakukan yaitu dengan cara mendamaikan kedua belah pihak yang sedang terjadi konflik menjadi saudara angkat. Dengan bersaudara bertujuan agar persengketaan diantara keduanya reda menjadi sebuah kesadaran, baik secara emosional maupun rasional. Menurut adat lampung simbol persaudaraan ini merupakan pertanda pengakuan penuh bahwa kedua belah pihak memiliki hubungan dekat secara lahir maupun batin, tanpa kritik, tanpa rasa curiga, dan hapus semua bentuk perselisihan. Jika telah ditetapkan sebagai dua atau lebih orang bersaudara, maka konsekuensinya siapapun, dari manapun, seperti apapun bentuk, rupa asal usul, mereka tetap saling menghormati, menghargai, toleransi, terbuka, saling membela, melindungi, dan tolong menolong sebagaimana prinsip-prinsip hidup orang lampung yang terkandung dalam nilai-nilai sosial Piil Pesenggiri. 

Pada umumnya kegiatan Angkon Muakhi yang  terjadi akibat adanya konflik dimulai dengan kegiatan pendekatan dan negosiasi para pihak yang bermasalah. Biasanya sebelum sampai ke tahap pengumuman kemuakhian kepada masyarakat luas khususnya masyarakat adat, para tokoh adat sebelumnya telah melakukan pembicaraan antara keluarga dimana yang mewakili keluarga biasanya seseorang yang berwibawa dalam keluarga atau biasanya diwakili oleh pihak ketiga yang dinilai memiliki kemampuan untuk melakukan mediasi dan negosiasi, terlebih lagi bila peristiwa itu ada korban yang meninggal dunia.

Hubungan saudara angkat sifatnya sakral, karena dalam pengikraran muakhi itu terkandung harapan, janji suci, sumpah setia, dan akan selalu hidup rukun bersama, baik senang maupun susah. Ikrar dalam adat muakhi ini didasarkan pada hukum adat yang berlaku, atas nama keyakinan, Agama (Islam) dan Tuhan Yang Maha Esa secara lahir dan batin. Pengucapan ikrar muakhi adat ini dilakukan bersama atas kesaksian perorangan dan keluarga besar yang terlibat perselisihan/konflik, para penyimbang adat marga kedua belah pihak, dan penyimbang kelompok pemerintah adat.

Penyelesaian konflik dengan tradisi adat muakhi dalam kehidupan masyarakat adat merupakan strategi pamungkas, setelah menempuh cara-cara dan model pendekataan sosial budaya secara persuasif berdasarkan elemen nilai-nilai sosial nemui nyimah nengah nyappur dalam prinsip piil pesenggiri. Disebut dalam ikrar dalam adat muakhi melibatkan banyak pihak dan berdasarkan hukum adat yang memiliki daya ikat yang relatif kuat dan sanksi yang cukup berat jika dilanggar, Oleh karena itu tidak sembarang dilakukan, hanya dalam kondisi mendesak menyangkut ancaman terhadap kerukunan publik saja, acara adat muakhi ini digelar.

Bagi pihak yang telah bermuakhi atau Muakhian harus senantiasa terikat kuat dengan ikrar (sumpah/janji) yang notabene sangat sakral dan agung itu. salah satu sanksi berat bagi pelanggar ikrar adat muakhi itu, diantaranya dikucilkan dari pergaulan, dikeluarkan dari adat kebuwaian (tidak diakui sebagai warga masyarakat adat), sampai diusir dari Tiyuh atau kampung di mana mereka tinggal.

Dengan alasan itu, maka masyarakat adat lampung pada umumnya menjadikan tradisi lokal adat muakhi tersebut sebagai pedoman strategis dalam penyelesaikan konflik. penyelesaian konflik ini biasanya dilakukan secara bertahap berjenjang antara pribadi, antara keluarga, antara suku bahkan tidak tertutup kemungkinan antara kampung atau marga/kebuwaian.

Pada perinsipnya nilai-nilai kearifan lokal tradisi angkon muakhi merupakan budaya yang menghendaki adanya kerukunan, persatuan dan kedekatan hubungan kekerabatan tanpa memperhitungkan unsur sedarah seketurunan, suku ataupun ras tertentu. Tujuannya adalah agar kehormatan diri dan kelompok terselamatkan dari konflik berkepanjangan, agar hubungan perkawinan dan kekerabatan pihak-pihak keluarga besar dapat dipertahankan selamanya dan agar hubungan kabaikan antara pihak yang terkait dengan sumpah angkon muakhi tidak berubah dimana bagi masyarakat adat lampung yang memiliki ikatan persaudaraan, cenderung berusaha menghindari perselisihan dalam setiap usaha kerja sama untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu jika prinsip dan nilai-nilai kearifan lokal angkon muakhi ini dijadikan landasan dalam program pembangunan dapat tercapai pembangunan yang maju, aman, tertib dan berwawasan budaya. 

Exit mobile version