Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

Sang Pipit Membuatku Malu

Kobaran Api dan Burung Kecil
Di tengah kobaran api yang membelah langit, asap membubung tinggi, memekakkan langit dan bumi. Api itu bukan sembarang api. Ia adalah simbol murka manusia kepada kebenaran, kobaran dendam terhadap tauhid. Api yang dinyalakan oleh kaum Namrud, demi satu hal: membakar seorang lelaki bernama Ibrahim, karena ia berkata, “Tuhanku adalah Allah.”
Di sekitar api, manusia hanya berdiri. Tak ada yang berani mendekat. Bahkan hewan-hewan pun hanya menatap dengan mata kosong. Angin pun seolah tak sanggup menembus panasnya.
Tapi di tengah kepasrahan dunia, seekor burung pipit kecil terbang. Paruh mungilnya membawa setetes air dari sungai. Ia melesat menuju api yang membakar sang Nabi. Lalu menjatuhkan airnya. Lalu terbang kembali. Lalu menjatuhkan lagi. Dan lagi. Dan lagi.
قَلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Kami berfirman: ‘Hai api, jadilah kamu dingin dan keselamatan bagi Ibrahim!'” (QS. Al-Anbiya: 69)

Ejekan dan Keyakinan
Makhluk-makhluk lain menatap aneh. Seekor gajah mencibir. Seekor unta menengadah malas. Bahkan seekor cicak menyeringai sinis dari sela-sela dinding.
“Apa gunanya, Pit?” kata mereka.
“Airmu itu cuma setetes. Bahkan tidak bisa memadamkan sehelai ranting yang terbakar, apalagi api sebesar ini!”
Tapi si pipit tak berhenti. Dan saat akhirnya ia menjawab, suaranya kecil… tapi menembus ke dalam hati.
“Aku tahu… airku tidak akan memadamkan api itu. Tapi Allah akan tahu di pihak siapa aku berdiri. Aku tidak bisa banyak, tapi aku tidak akan diam.”

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Aku yang Terlalu Diam
Aku malu… karena terlalu sering merasa kecil, lalu memilih diam.
Sering kali aku melihat kezaliman — di lingkungan, di media, di kehidupan sosial — tapi aku hanya menjadi penonton.
Aku tahu yang benar. Aku tahu yang salah. Tapi aku bilang dalam hati:
“Ah, bukan urusanku.”
“Gue siapa sih?”
“Yang penting gue gak ikut-ikutan.”
Dan diam-diam, aku mulai merasa tenang dengan keheningan.
Padahal, keheningan itu bisa jadi… adalah bentuk lain dari pengkhianatan terhadap kebenaran.

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا الْسَيِّئَةُ ادْفَعْ بِالٜلٔتِي هيَ أَحْسَنُ
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik…” (QS. Fussilat: 34)

Hitung-hitungan dalam Kebaikan
Aku malu… karena terlalu sering berhitung dalam berbuat baik.
Berapa banyak dari kita yang berkata:
“Kalau gak viral, ngapain?”
“Kalau gak berdampak besar, buang-buang tenaga.”
“Kalau gak dapat apresiasi, ya mending diem aja.”
Padahal Allah tidak bertanya, “Seberapa besar hasil yang kamu capai?”
Yang Allah tanya adalah: “Apa kamu bergerak? Apa kamu berpihak?”

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍِ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍِ شَرًّا يَرَهُ
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya pula).” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Jangan-jangan Aku Cicak Itu…
Dan yang paling membuatku malu…

كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيم

“Sesungguhnya cicak meniup (membesarkan) api untuk membakar Ibrahim.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Cicak. Kecil, licik, tak punya tenaga, tapi meniupkan api. Menambah panas. Menambah murka.
Dan Rasulullah ﷺ sampai menyuruh kita membunuhnya — karena ia membantu pembakaran terhadap kekasih Allah.
Lalu aku bertanya dalam hati:
“Jangan-jangan… aku ini seperti cicak itu?”
Bukan dengan tiupan…
Tapi dengan diamku.
Dengan sindiranku.
Dengan repostanku yang memperkeruh.
Dengan candaku di atas penderitaan orang lain.
Dengan… cuekku.

Aku Ingin Jadi Pipit Kecil
Aku tahu aku bukan siapa-siapa.
Tapi aku tidak ingin jadi cicak yang membela kezaliman.
Aku tidak ingin jadi penonton yang pasif.
Aku ingin menjadi pipit itu.
Walau kecil. Walau lemah.
Tapi terbang. Tapi bergerak.
Tapi berpihak.
Meski hanya setetes.

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah yang (orang lain) selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk Kita Semua
Hari ini, kita mungkin bukan Nabi yang sedang dibakar.
Tapi kebenaran masih sering dibakar.
Nilai-nilai masih diinjak.
Orang-orang jujur masih dikorbankan.
Dan pipit itu… tetap dibutuhkan.
Jangan tunggu jadi besar.
Jangan tunggu punya jabatan.
Jangan tunggu panggung.
Berbuat baik itu tidak harus banyak.
Cukup dengan bergerak.
Cukup dengan berpihak.
Cukup dengan tidak tinggal diam.

وَمَنْ نَصَرَ فَإِنْ نَصْرَ اللهِ هُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيمُ
“…dan sesungguhnya pertolongan itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang.” (QS. Al-Anfal: 40)

By: H. Agus Mukhandar (Ketua Dewan Da’wah Bandar Lampung)

Exit mobile version