Oleh : Cici Anggara, S.Pi.,M.P
Ketua Tim Kerja Pengawasan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan/Penyidik Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
Provinsi Lampung memiliki Panjang Garis Pantai 1.319,021 Km, Pulau-pulau kecil 172 buah, Teluk Besar 2 buah (Teluk Semaka & Teluk Lampung) yang memiliki potensi pemanfaatan sektor kelautan yang besar sehingga diperlukan pengelolaan, pengaturan dan pengawasan dalam pemanfaatan ruang laut. Upaya pengelolaan ruang laut di Provinsi Lampung adalah dengan ditetapkannya Peraturan Daerah nomor 14 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung tahun 2023-2043. Terbitnya Perda tersebut untuk mengatur dan memastikan kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang laut dengan rencana zonasi. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) berperan dalam memberikan pelayan publik dan meningkatkan iklim usaha dan investasi di Sektor Kelautan di Provinsi Lampung sehingga diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan perlindungan lingkungan laut serta kepentingan masyarakat.
Pengelolaan ruang laut dimaksudkan untuk menjaga ekosistem sektor kelautan dari kerusakan seperti aktivitas pencemaran, oil spill, kerusakan ekosistem terumbu karang dan mangrove, limbah laut, sedimentasi penangkapan ikan dengan cara merusak (Destructive Fishing), ekploitasi sumberdaya kelautan yang tidak memerhatikan aspek keberlanjutan dan sebagainya, sehingga diperlukan instrument dalam penanganan pengelolaan pemanfaatan ruang laut melalui penataan ruang laut. Penyelenggaran penatan ruang laut diakukan dengan tahapan perencanaan ruang laut, Pemanfaatan ruang laut, pengendalain dan pemanfaatan ruang laut serta pengawasan ruang laut.
Pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut diatur dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja menjadi Undang-Undang dengan turunan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang laut bahwa bahwa Setiap orang yang melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan/atau wilayah yurisdiksi secara menetap di sebagian Ruang Laut wajib memiliki dokumen persetujuan/konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ruang laut (KKPRL). Lebih teknis pengelolaan ruang laut diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 28 tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang laut yang menyebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang laut yang harus memiliki perizinan dasar persetujuan/konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ruang laut (KKPRL) diantaranya biofarmakologi laut, bioteknologi Iaut, pemanfaatan air laut selain energi, wisata bahari, pengangkatan benda muatan kapal tenggelam, telekomunikasi, instalasi ketenagalistrikan, perikanan, perhubungan, kegiatan usaha minyak dan gas bumi, kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara, pengumpulan data dan penelitian, pertahanan dan keamanan, penyediaan sumber daya air, pulau buatan, dumping, mitigasi bencana, dan kegiatan pemanfaatan ruang Laut lainnya.
Pemanfaatan ruang laut dilakukan dengan cara penilaian persetujuan/konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ruang laut (KKPRL). Persyaratan dasar Perizinan Berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi yang dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Outputnya adalah dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL. Selanjutnya investor memenuhi perstujuan lingkungan yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, outpunya adalah persetujuan lingkungan (UKL-UPL/amdal). Kemudian proses selanjutnya adalah pemenuhan perizinan berusaha berbasis resiko berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sesuai dengan jenis prmanfaatannya.
Pengelolaan ruang laut tidak akan berjalan dengan baik jika tidak di dukung pengawasan pengelolan sumberdaya kelautan. Pengawasan berperan dalam menjaga iklim usaha untuk meningkatkan kepatuhan dan tertib berdasarkan peraturan dan perundang-undangan sektor kelautan dan perikanan. Pengawasan pemanfaatan ruang laut merupakan kewajiban Pemerintah yang diatur dalam Pasal 235 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko bahwa pengawasan terhadap perizinan berusaha di sektor kelautan dan perikanan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang laut dilaksanakan oleh Pengawas Perikaan dan Kepolisian Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) dan penegakan hukum dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Sesuai Pasal 235 Ayat (2) menegaskan bahwa kewenangan pengawasan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dilakukan oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) dan Pengawas Perikanan. Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara rutin dan insedentil dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian lokasi kegiatan, kesesuaian jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut, pemenuhan hak dan kewajiban pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut, keabsahan dokumen persetujuan/konfirmasi KKPRL, penyampaian laporan pendirian dan/atau penempatan bangunan dan instalasi di Laut, penyampaian laporan tertulis secara berkala pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut, kesesuaian pelaksanaan dokumen persetujuan/ konfirmasi KKPRL dengan dokumen RTR dan/atau rencana Zonasi, dan/atau dampak pelaksanaan dokumen persetujuan/ konfirmasi KKPRL terhadap Ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan kecil. Jika ada potensi pelanggaran maka akan dilakukan Permintaan permulaan oleh Polsus PWP3K, kemudian dilakukan ekpose untuk memastikan pengenaan sanksi Pidana atau sanksi Administratif.
Sejak berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), nuansa baru bagi penegakan hukum Indonesia sangat terlihat. Pendekatan yang digunakan dalam UUCK adalah pendekatan risk based monitoring atau pemantauan berbasis risiko. UUCK dalam naskah akademiknya mengamanatkan adanya penataan ulang terkait pengenaan sanksi, dimana upaya agar norma hukum administrasi dalam UUCK dipatuhi, maka fungsi sanksi pidana sebagai “obat terakhir” apabila sanksi administratif sudah tidak dapat berjalan efektif, sebagaimana fungsi pidana sebagai ultimum remidium. Selain itu naskah akademik UUCK mengamanatkan terkait setiap kegiatan yang menimbulkan dampak yang memenuhi kategori pidana dan tidak termasuk dalam kegiatan administrasi tetap dapat dikenakan pidana.
Kebijakan penegakan hukum ultimum remidium bagi pelaku pelanggaran ruang laut menjadi peluang bagi Pemerintah Provinsi Lampung dalam membuka sumber baru untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pengenaan Sanksi Administratif bagi pelaku usaha yang memanfaatkan ruang laut tidak sesuai dengan ketentuan, namun diperlukan regulasi berupa peraturan daerah dalam pelaksanaannya.
Pemerintah Daerah Provinsi Lampung mendukung mandat Undang-Undang Cipta Kerja dalam rangka Memperkuat Pengawasan Sumberdaya Kelautan di Provinsi Lampung, diantaranya : Menetapkan Peraturan daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Provinsi Lampung yang integrasi, penyusunan regulasi berupa penyusunan Naskah Akademik Peraturan Daerah tentang Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan serta Pengenaan Sanksi Administratif Sektor Kelautan dan Perikanan, penyiapan Sumberdaya Manusia Pengawas Kelautan (Kepolisian Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) serta memperkuat sarana dan prasarana pengawasan dan mengaktifkan Forum Tindak Pidana Sektor Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung sebagai implementasi Keputusan Gubernur Lampung nomor : G/855/V.19/HK/2019 tentang Pembentukan Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung;
Pengelolaan dan pengawasan ruang laut diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kepastian investasi ruang laut di Provinsi Lampung dengan menganut prinsip Blue Economi yaitu pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan bagi laju pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga kesehatan ekosistem laut.