Oleh : Gufron Azis Fuadi
Dalam suatu kesempatan menunggu waktu shalat dari Maghrib ke Isya di Masjidil Haram, saya ngajak ngobrol dengan orang yang duduk disebelah kanan, yang ternyata jamaah haji dari Malaysia. Karenanya obrolan saya buka dengan bertanya tentang Anwar Ibrahim yang kagumi sejak dia masih menjadi kerua ABIM.
Rupanya beliau kurang menyukainya, terlihat dari jawaban dan raut mukanya.
Kalau saya lanjutkan obrolan ini, komunikasi bakal menjadi tidak gayeng, tidak menyenangkan. Maka tema-nya saya ganti dengan menanyakan kabar tentang pelantun lagu Cindai, Siti Nurhaliza. Seketika komunikasi menjadi lancar dan gayeng sampai kebeberapa topik lainnya.
Suatu komunikasi sering kali tidak lancar tidak selalu disebabkan oleh komunikan (penerima pesan), tetapi juga bisa disebabkan oleh komunikator (pemberi pesan). Komunikator harus pandai membaca situasi dan kondisi komunikannya yang bisa dilihat dari ungkapan verbal, gestur dan body language atau bahasa tubuh.
Bahasa tubuh adalah bentuk komunikasi non verbal. Ia merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan di mana pesan yang disampaikan dapat berupa isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artefak (lambang yang digunakan), diam, waktu, suara, serta postur dan gerakan tubuh.
Rasulullah Saw ketika beliau berkumpul dengan para sahabatnya. Rasulullah menghadap atau menatap kepada wajah satu persatu wajah sahabatnya. Bahkan ketika bercanda di hadapan para sahabatnya juga masih tetap menatap. Dan sangat menghargai orang lain atau lawan bicara. Ketika sahabatnya berbicara beliau tidak memotong sama sekali. Ditunggu sampai selesai. Ditunggu kata-kata yang keluar sudah berhenti. Dan Rasulullah menghadapkan telinga dan wajah dengan sempurna. Sehingga lawan bicara merasa sangat dihormati oleh Rasulullah.
Dari berbagai riwayat kita bisa menyimpulkan bahwa Rasulullah Saw bila sedang berkomunikasi dengan orang lain, beliau melakukan komunikasi total (verbal dan nonverbal) sehingga orang yang diajak berbicara merasa nyaman, dihargai dan merasa dipentingkan. Dalam ilmu komunikasi ini disebut dengan komunikasi asertif. Yaitu teknik komunikasi yang dilakukan dengan menyampaikan pendapat secara lugas, jujur, dan sopan tanpa menyakiti perasaan orang lain. Disamping itu selalu menjaga postur tubuh tegak, kontak mata, dan ekspresi wajah yang positif
Komunikasi asertif dapat membantu memperkuat hubungan, mengurangi stres, dan menciptakan suasana yang kondusif.
Seorang pemimpin, dai, tokoh dan sejenisnya sangat penting memiliki kemampuan berkomunikasi, berdebat, berunding atau berkata kata yang efektif dan tepat sasaran atau dalam bahasa al Quran disebut qaulan baligha (4: 63).