
Jakarta – Hidayat Nur Wahid, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekaligus Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memiliki harapan besar terhadap putusan yang akan dibacakan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa, 7 November. Menurutnya, putusan ini memiliki peran penting dalam menyelamatkan marwah kehidupan berkonstitusi dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan pengawal pelaksanaan Konstitusi.
Menurunnya Kepercayaan Masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi
Hidayat Nur Wahid, atau akrab disapa HNW, mengungkapkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap konstitusi dan lembaga MK selaku pengawal konstitusi telah mengalami penurunan signifikan. Hal ini terjadi pasca putusan MK yang mengabulkan judicial review terkait usia calon wakil presiden (cawapres). Keputusan ini menuai kontroversi karena dianggap memberikan keuntungan kepada Gibran Rakabuming Raka, keponakan dari Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga merupakan putra Presiden Joko Widodo, dalam persiapannya maju sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Dampak Penurunan Kepercayaan
HNW menyebut bahwa pasca putusan MK yang kontroversial tersebut, dirinya telah mendengar banyak keluhan dari berbagai komponen masyarakat yang mencintai Konstitusi dan Reformasi. Keputusan tersebut mengakibatkan ketidakpercayaan yang meluas terhadap MK. Banyak yang bahkan menyindir MK sebagai Mahkamah Keluarga atau Mahkamah Keponakan. Hal ini sangat disayangkan karena MK seharusnya didirikan di era Reformasi untuk menjadi lembaga peradilan yang kredibel, dengan tujuan melaksanakan Konstitusi dan mewujudkan cita-cita Reformasi, termasuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Perkara Kode Etik yang Memburuk
Selain kontroversi seputar putusan judicial review, terdapat perkara pemeriksaan kode etik yang melibatkan Ketua MK Anwar Usman. Anwar Usman merupakan ipar dari Presiden Jokowi dan paman dari Gibran. Ia dituduh melanggar kode etik dalam proses pemeriksaan dan pembuatan putusan perkara tersebut.