Jakarta (17/09) — Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PKS, Saadiah Uluputty, menegaskan bahwa regulasi tumpang tindih terkait desa-desa di kawasan hutan telah membuat masyarakat adat dan desa tertinggal menjadi korban kebijakan.
Ia menyebut kondisi ini menimbulkan kemiskinan struktural dan menghambat kesejahteraan rakyat.
Dalam rapat bersama Menteri Desa dan Menteri Daerah Tertinggal, Saadiah mengungkapkan perbedaan data antar kementerian. Kementerian Kehutanan mencatat 25.863 desa berada dalam kawasan hutan dengan 9,2 juta rumah tangga terdampak. Namun, data Kementerian Desa berbeda, sehingga menimbulkan kerancuan kebijakan.
“Apakah data Kementerian Desa sama dengan data Kementerian Kehutanan? Ini menyangkut nasib jutaan keluarga desa,” ujarnya.
Politisi PKS ini mencontohkan kasus di Maluku, di mana masyarakat adat justru dikriminalisasi karena menebang pohon warisan leluhur, sementara perusahaan pemegang konsesi bebas mengeksploitasi hutan.
Menurut wakil rakyat Maluku itu, kondisi ini bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menegaskan kewajiban negara menjamin kesejahteraan rakyat.
“Jangan sampai Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Konservasi justru menabrak hak konstitusi rakyat,” tegas Saadiah.
Selain itu, ia menyoroti kesenjangan ekonomi akibat buruknya infrastruktur. Desa penghasil damar di Kecamatan Inamosul, Maluku, misalnya, kesulitan menjual hasil karena biaya transportasi Rp2 juta, sementara harga jual damar hanya Rp1,7 juta.
“Bagaimana rakyat bisa sejahtera kalau hasil produksinya justru merugi? Inilah bentuk kemiskinan struktural yang harus segera diatasi,” tambahnya.
FPKS, lanjut Saadiah, mengusulkan revisi regulasi lintas sektor untuk memberi kepastian hak akses desa, termasuk melalui perhutanan sosial, hutan adat, dan pemetaan ulang batas desa secara legal . Ia juga menekankan perlunya integrasi kebijakan antar kementerian dalam satu peta kebijakan terpadu (one policy map), sehingga program pembangunan desa tidak berjalan parsial.
“Tanpa regulasi yang jelas, desa-desa dalam kawasan hutan akan terus menjadi korban, sementara kesejahteraan rakyat hanya jadi slogan,” pungkas Saadiah Uluputty.