WAWAIMEDIA – Sejumlah pihak menilai penangkapan belasan pegawai Kementerian Komunikasi dai Digital (Komdigi) tidak akan memberantas judi online, kecuali aparat Indonesia mampu menyentuh para tokoh utama kejahatan tersebut.
Jumlah pegawai Komdigi yang ditangkap atas tuduhan melindungi situs judi online terus bertambah hingga 16 orang.
Walau pemerintah menyebut penangkapan itu merupakan upaya memberantas judi online, sebagian kalangan yakin persoalan menahun ini tak akan bisa tuntas jika penindakan tidak menyentuh para bandar dan pengendali utamanya.
Apa saja rencana pemerintah? Mengapa rencana itu diragukan? Dan bagaimana cerita orang-orang yang pernah candu terhadap judi online?
Isu prioritas 100 hari pertama Presiden Prabowo
Kepolisian di wilayah Kota Padang, Sumatra Barat, sejak awal November lalu gencar menindak judi online.
Pada Sabtu (02/11) tengah malam, polisi menangkap dua laki-laki di sebuah warung dengan tuduhan bermain judi online.
Kepala Polsek Padang Timur, AKP Harmon, kemudian menyampaikan klaim kepada pers bahwa penangkapan itu merupakan “langkah nyata menjawab keresahan masyarakat terhadap judi online”.
Judi online merupakan salah satu persoalan prioritas dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto.
Sejumlah pejabat tinggi negara belakangan telah menyampaikan rencana kerja dan janji-janji mereka untuk memberantas judi online tersebut.
Menko Polkam Budi Gunawan, misalnya, membentuk unit khusus yang dipimpin Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit. Tugas utama unit itu adalah memberantas judi online.
Berbagai penangkapan pun, seperti yang terjadi di Padang, kemudian memang berlangsung di sejumlah daerah.
Seorang mahasiswi di Medan ditangkap pada 3 November atas tuduhan mengiklankan judi online di media sosial.
Di Sukabumi dan Majalengka, Jawa Barat, pada hari yang sama, kepolisian menangkap pembuat konten media sosial atas tuduhan menyebarkan promosi judi online.
Di Jakarta, akhir pekan lalu, penangkapan juga dilakukan terhadap belasan pegawai Komdigi—orang-orang yang selama ini tidak dianggap terlibat dalam jaringan judi online di Indonesia.
Mereka dituduh secara sengaja tidak memblokir situs-situs judi online agar mendapat imbalan uang.
Kekesalan mantan pejudi online
“Saya kecewa. Ternyata ada yang melindungi situsnya,” kata Adi, warga Pamekasan, Jawa Timur, yang pernah kecanduan judi online.
“Tidak boleh ada yang dilindungi, semua harus diberantas supaya adil,” ujar Adi.
Perkataan tersebut merupakan respons Adi terhadap penangkapan belasan pegawai Komdigi.
Menurut Adi, penangkapan itu merupakan bukti bahwa selama ini pemerintah gagal melindungi masyarakat dari judi online.
“Masih banyak situs judi yang berkeliaran dan merajalela,” ujarnya.
Adi merupakan pekerja serabutan. Dia tak memiliki pendapatan tetap. Terkadang dia berjualan motor bekas, sementara pada waktu-waktu lainnya dia menjadi penjaga toko.
Walau kondisi keuangan rumah tangganya tidak menentu, Adi sempat rajin bermain judi online, bahkan pada taraf yang dia sebut kecanduan.
”Saya tertarik setelah melihat teman. Cara mendapat uangnya gampang, enggak usah kerja keras,” kata Adi.
Adi berkata, dia pernah meraup 13 juta dari judi online. Pendapatan itu membuatnya terus tergiur mengadu peruntungan.
Namun bukannya untung, belakangan dia justru kehilangan banyak uang.
“Bandar memancing agar kita tergiur main terus. Saya dikasih menang sedikit, jadi terus main, nanti setelah itu lama-lama saya tidak pernah menang lagi,” ujar Adi.
Indra, warga Padang, menyampaikan penyesalan serupa. Karena sempat mendapat uang dari bermain judi online, dia akhirnya merasa candu.
Walau begitu, pendapatan dari situs judi online yang dia mimpikan itu tak pernah terwujud. Dia justru merugi belasan juta.
“Ada penyesalan. Ada efeknya ke kehidupan, apalagi saya kan sudah punya keluarga,” kata Indra.
Indra berkata, sejumlah koleganya juga mengalami kencaduan dan penyesalan yang sama. Merujuk situasi itu, dia menilai pemerintah gagal melindungi masyarakat dari jaringan judi online.
“Dampaknya sudah merata ke semua lini, dari anak muda bahkan orang yang sudah berkeluarga,” ujar Indra.
“Pemerintah kan yang memiliki kewenangan untuk menghapus situs judi online dan promosinya di media sosial.
“Yang berbahaya itu iklan judi online di media sosial. Yang tadinya enggak tahu, di rumah mencoba main dan tiba-tiba terjerumus,” kata Indra.