Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam cara manusia bermuamalah. Transaksi yang dahulu dilakukan secara tatap muka kini beralih ke layar gawai: belanja online, pembayaran nontunai, dompet digital, hingga layanan keuangan berbasis aplikasi. Kemudahan ini menjadi nikmat tersendiri, namun sekaligus menghadirkan tantangan besar bagi umat Islam dalam menjaga kehalalan harta.
Islam adalah agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk urusan ekonomi dan transaksi. Setiap harta yang diperoleh seorang Muslim akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT: dari mana diperoleh dan untuk apa digunakan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap fikih muamalah menjadi kebutuhan mendesak, terutama di tengah kompleksitas transaksi kontemporer.
Kesadaran inilah yang melatarbelakangi terselenggaranya kegiatan Kajian Pegawai Yayasan Daarul Hikmah Rajabasa Lampung dengan tema “Perspektif Islam dalam Transaksi Muamalah Kontemporer”. Kegiatan ini merupakan bagian dari Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) Institut Teknologi Sumatera (ITERA) tahun 2025, yang diisi oleh Dosen Agama Islam ITERA, Ustadz Muhamad Kumaidi, M.H.I.
Muamalah: Bebas, Namun Terikat Syariat
Dalam Islam, hukum asal muamalah adalah boleh, selama tidak mengandung unsur yang diharamkan. Rasulullah ﷺ memberi kelonggaran kepada umatnya untuk berinovasi dalam urusan dunia, termasuk ekonomi, selama tetap berada dalam koridor syariat. Prinsip utama muamalah adalah keadilan, kejelasan, kejujuran, dan saling ridha.
Namun, kebebasan ini bukan tanpa batas. Islam dengan tegas melarang praktik-praktik yang mengandung riba, gharar (ketidakjelasan), maysir (judi), serta berbagai bentuk penipuan dan kezaliman. Inilah yang sering kali luput dalam transaksi digital modern, ketika kemudahan justru membuka celah bagi praktik yang tidak sesuai syariat.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahkan pernah mengingatkan dengan tegas:
“Jangan berjualan di pasar kami kecuali orang yang telah memahami agama (fikih muamalah).”
(HR. Tirmidzi)
Pesan ini menunjukkan bahwa pemahaman hukum muamalah bukan sekadar pelengkap, tetapi syarat utama dalam aktivitas ekonomi.
Jual Beli Online dalam Timbangan Syariat
Dalam kajian tersebut, dibahas secara mendalam mengenai status jual beli online dalam Islam. Secara prinsip, jual beli online halal dan sah, selama memenuhi rukun dan syarat akad. Penjual dan pembeli harus cakap hukum, akad dilakukan dengan jelas, serta objek dan harga diketahui secara transparan.
Namun, jual beli online dapat berubah menjadi haram apabila mengandung unsur gharar, seperti spesifikasi barang yang tidak jelas, foto menyesatkan, waktu pengiriman yang tidak pasti, atau bahkan penipuan melalui akun palsu dan ulasan fiktif. Praktik endorsement palsu dan iklan hiperbola yang menipu juga termasuk perbuatan yang diharamkan.
Kajian ini juga membahas fenomena kontemporer seperti dropship, akad salam, jual beli emas online, serta penggunaan dompet digital dan layanan fintech. Semua dibedah dengan pendekatan fikih muamalah, sehingga peserta tidak hanya mengetahui hukumnya, tetapi juga memahami alasan dan hikmahnya.
Menjaga Diri dan Keluarga dari Harta Haram
Salah satu pesan utama yang ditekankan dalam kegiatan ini adalah pentingnya menjaga diri dan keluarga dari harta yang haram. Harta yang diperoleh dengan cara tidak halal bukan hanya merusak keberkahan hidup, tetapi juga berdampak pada doa, ibadah, dan akhlak seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa doa seseorang yang makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan. Inilah urgensi memahami muamalah, agar setiap transaksi yang dilakukan menjadi jalan kebaikan, bukan sumber dosa.
Dampak Positif dan Harapan ke Depan
Hasil dari kegiatan ini menunjukkan meningkatnya kesadaran pegawai Yayasan Daarul Hikmah Rajabasa Lampung dalam menerapkan prinsip muamalah Islami. Peserta menjadi lebih kritis dalam menilai transaksi digital, lebih berhati-hati dalam bermuamalah, serta memiliki komitmen kuat untuk menghindari harta yang syubhat dan haram.
Selain penguatan pemahaman individu, kegiatan ini juga mempererat ukhuwah dan kebersamaan. Diskusi dan tanya jawab membuka ruang saling belajar, saling mengingatkan, dan membangun budaya ekonomi yang etis dan Islami di lingkungan yayasan.
Ke depan, kajian semacam ini diharapkan terus berlanjut sebagai bagian dari dakwah ekonomi Islam. Karena di era digital ini, menjaga kehalalan harta bukan hanya soal hukum, tetapi juga tentang menjaga iman, akhlak, dan masa depan umat.
Semoga setiap ikhtiar dalam menuntut ilmu muamalah menjadi amal jariyah dan membawa keberkahan bagi individu, keluarga, dan masyarakat luas.
