Kapal induk milik Amerika Serikat (AS), USS Nimitz (CVN-68), dilaporkan mematikan sistem pelacak otomatis (transponder) saat berlayar di wilayah perairan antara Indonesia dan Malaysia. Langkah itu diyakini sebagai bagian dari pergerakan militer AS menuju kawasan Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel.
Berdasarkan data pelacakan kapal dari Marine Vessel Traffic, sinyal terakhir USS Nimitz tercatat pada 17 Juni 2025 sekitar pukul 09.03 WIB. Saat itu, kapal induk tersebut bergerak dengan kecepatan 19 knot pada jalur 313 derajat. Namun, setelah sinyal itu, kapal induk tersebut tak lagi mengirimkan data lokasinya.
Meski tujuan akhir kapal tidak dicantumkan dalam sistem pelacakan publik, arah pergerakan kapal induk dan kelompok tempurnya mengarah ke Teluk Persia, yang menjadi titik panas dalam konflik antara Iran dan Israel.
Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan kepada kantor berita Rusia, RIA Novosti, bahwa Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth telah menginstruksikan pemindahan USS Nimitz ke wilayah Komando Pusat (CENTCOM), yang mencakup Timur Tengah.
“Pemindahan ini bertujuan untuk memperkuat postur pertahanan AS dan melindungi personel militer Amerika yang berada di kawasan tersebut,” ujar pejabat Pentagon itu.
Sementara itu, kapal-kapal dan aset Angkatan Laut AS lainnya juga dilaporkan terus beroperasi di Mediterania Timur guna mendukung misi keamanan nasional AS di kawasan. Langkah ini merupakan bagian dari respons militer AS terhadap meningkatnya eskalasi antara Israel dan Iran.
Menurut sumber, AS mengerahkan lebih banyak jet tempur ke Timur Tengah serta memperpanjang masa tugas pasukan udara yang telah ditempatkan sebelumnya. Presiden AS Donald Trump juga menyatakan bahwa kendali penuh atas wilayah udara Iran telah dicapai, meskipun Teheran dikenal memiliki sistem pertahanan udara dan radar canggih.
Langkah-langkah ini memperkuat indikasi bahwa Washington tidak hanya bersiap untuk mempertahankan kepentingannya di kawasan, tetapi juga mengirimkan pesan tegas kepada Teheran bahwa segala bentuk ancaman terhadap personel atau fasilitas AS akan direspons dengan kekuatan penuh