Bandar Lampung,Wawaimedia_Kegiatan gubernur mengalami kejadian tak terduga ketika Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, melarang wartawan mengambil gambar dalam acara Sosialisasi dan Pembinaan Pelayanan Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji 2023 yang diselenggarakan di Hotel Springhill Golden Tulip pada Senin (15/5/2023). Permintaan Arinal kepada seorang wartawan televisi untuk menghapus rekaman mereka telah menarik perhatian dan memicu diskusi mengenai akses media dan transparansi.
Kejadian tersebut terjadi saat Arinal memberikan sambutannya dalam acara yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk wartawan yang diinformasikan oleh Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik Provinsi Lampung. Namun, Arinal menghentikan sambutannya dan menyoroti seorang wartawan televisi yang sedang merekam video, meminta untuk menghapus rekaman tersebut.
Dalam ungkapannya yang penuh kekesalan, Arinal memohon agar kegiatannya tidak menjadi viral lagi, mengingat tantangan yang dihadapinya dari kritik online. Mengkhawatirkan adanya distorsi dan persepsi negatif dari publik, Arinal meminta wartawan untuk mematikan rekaman dan menghapus materi yang telah diambil.
Dalam acara tersebut, Arinal menghentikan sambutannya dan menegur seorang jurnalis televisi yang sedang merekam video. Padahal, kegiatan tersebut seharusnya terbuka untuk para wartawan karena diinformasikan oleh Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik Provinsi Lampung.
“Jangan diviralin dulu (sambil menunjuk), hapus semuanya. Saya pusing, sebentar-sebentar viral, sebentar-sebentar diviralin, nanti dibuat Gubernur marah karena ini itu, jadi netizen. Ini semua saudara-saudara saya kok, jadi kamu awas ya, Kamu kominfo ya,” ujar Arinal pada Senin (15/5/2023).
Kemudian, Arinal meminta sang wartawan untuk mematikan rekaman tersebut.
“Nah, ini berbahaya, Matiin,” tegasnya.
Setelah acara selesai, Arinal melanjutkan santap siang bersama beberapa pejabat. Dia juga menolak diwawancarai oleh wartawan yang telah menunggunya sejak pagi.
Meskipun tindakan Arinal mungkin dipandang kontroversial, beliau berargumen bahwa larangan tersebut ditujukan untuk menjaga citra dan menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat atau menjurus pada pencitraan negatif. Dalam pernyataannya, Arinal mengingatkan para wartawan untuk berhati-hati dalam menyampaikan berita dan tidak mengambil potongan-potongan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman atau merugikan dirinya maupun pihak terkait.
Namun, beberapa wartawan merasa bahwa larangan tersebut melanggar prinsip kebebasan pers dan akses informasi publik. Mereka berpendapat bahwa wartawan memiliki hak untuk melaporkan dan mengabadikan acara publik yang dianggap penting bagi masyarakat. Beberapa organisasi pers dan lembaga hak asasi manusia juga mengkritik tindakan tersebut sebagai pembatasan terhadap kebebasan pers.
Kontroversi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang batasan kebebasan media dalam melaporkan acara publik dan tanggung jawab pemerintah dalam memfasilitasi akses informasi. Dalam era di mana media sosial dan berita online memiliki peran yang signifikan dalam membentuk opini publik, hubungan antara pemerintah dan media semakin penting untuk dijaga dalam rangka membangun kepercayaan dan transparansi.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Gubernur Arinal Djunaidi mengenai kontroversi ini. Diharapkan, perdebatan seputar akses media dan kebebasan pers dapat mendorong pihak terkait untuk mencari solusi yang mempertimbangkan kepentingan publik, kebebasan pers, dan menjaga reputasi institusi pemerintahan.