Angan kepalanya memenuhi bumi. Citanya menjulang melangit tinggi. Meluas laut tak bertepi. Melayang terbang tak ada yang dapat menghentikan, kecuali kematian saat mulut-mulut mereka dibungkam tanah kuburan. Keinginan duniawi tak akan cukup memenuhi perut serakah. Rezeki yang Allah karuniakan seolah (tak) membawa berkah. Ini tabiat nafsu terhadap dunia. Seandainya emas bergunung tihamah menjadi miliknya bahkan seluruh bumi dalam pangkuan dan kekuasaannya, tetap tak akan cukup membungkam lobang mulut yang terus menganga.
Tabiat nafsu manusia terus menyelam dalam lautan angan. Mengejar jejak kaki mencapai keinginan adalah perjalanan panjang tak berujung. Dia bak banyangan yang tak akan bisa tenang dipegang. Satu cita dipijak kaki, beribu cita akan berada muncul dibaliknya kembali. Tak akan puas jika nafsu terus dituruti. Tak akan sampai jika dia terus diikuti. : “An-Nafsu ka at-tifhli”, begitu kata ahli hikmah dalam kitab burdah. Nafsu itu seperti bayi, Nafsu terhadap apa saja tabiatnya sama. Apatah terhadap harta atau maksiat dan dosa. : “in tahmilhu syabba hubbi ar- rodho’i, wa in tafthimuhu yanfathimi”. Jika dibiarkan menyusu dia akan terus meyusu asi tak ada henti. Dia harus segera disapih dari susuan ibunya, agar dia terbiasa lapar berpuasa. Segeralah sapih keinginan nafsu duniamu yang fana hina.
Oh manusia kapan kau akan sadar. Bukankah kau telah membaca titah Al-Qohhar. Lihat dan renungkanlah apa yang ada di dalam Surat At-Takatsur. Celaka yang berbangga dalam berbanyak harta. Apakah mereka menunggu binasa. Saat harta mereka terkubur bersama jasadnya dalam neraka?
Bukan fakir papa tak lagi punya dunia. Hartalah yang Rasul risaukan terhadap umatnya. Sebab umat ini terbiasa puasa, kalau sudah tak sanggup menahan lapar dan dahaga, kiamat sudah menimpa umat.: La akhsya alaikum al-faqr. Baginda khawatir. Kemiskinan tidak membuatku cemas. Baginda melanjutkan: walakin akhsya an yubsatha alaikum ad-dunya. Tapi justru saat dunia terbentang itu yang membuat aku was-was.
Semakin kaya banyak harta semakin kikir dibuatnya. Semakin tak ada rasa empati dan rasa iba sama sekali dalam dadanya. Si miskin yang datang, dia anggap sebagai penguat pijakan kesombongan. Saat orang lain minta bantuan, dia congkak tak kepayang merasa bahwa dasar si malas tak pernah mau berusaha.
Tidaklah sampai pikiran kita apa yang ada pada para sahabat pendahulu. Logika kita yang cekak lagi pendek bahkan mungkin setengah dungu. Hanya bisa berdecak kagum sampai tak ada lagi tersisa rasa kecuali malu. Dibanding fasilitas kita yang serba mewah, serba megah dan berlimpah, mereka bahkan tak pernah kenyang sekilipun hanya berhitung hari atau pekan. Saat mereka bisa membantu padahal mereka sendiri dalam keadaan buntu. Itu yang kita temukan dari para salaf yang kita kenang.
Suatu saat Rasulullah kedatangan tamu. Beliau yang belum memenuhi kebutuhan keluarga hari itu, menawarkan jikalau ada sahabatnya yang berlapang rezeki larut malam itu. Tawaran Rasul berjawab tak perlu menunggu menit. Abu Thalhah semoga hidup dan matinya memancarkan berkah, juga teruntuk kita yang dahaga meneguk hikmah. Padahal diapun tak punya persediaan makanan, kecuali untuk banyinya yang tidur malam itu dalam kelaparan. Dia matikan lampu lalu dia seolah makan berhadapan dengan sang tamu. Inilah yang membuat seluruh penghuni langit bumi sampai kiamat nanti termangu, seolah ini tak aka ada ide gila setelah itu.
Tak pernah habis-habisnya nabi terus mewanti-wanti. Tentang hina dunia yang menipu. Harganya hina, nilainya tak seberapa. Bahkan Nabi menyamakan dunia dengan bangkai semata. Tak ubahnya bangkai menebar aroma busuk menusuk-nusuk seluruh tubuh. Tubuh yang pasti juga akan rapuh terurai tanah. Dikubur dalam hina tak berharga.
Hanya orang-orang hina yang mendambakan nilai yang tak berharga. Atau seperti orang kafir yang memang tak lagi mendapatkan bagian di akhirat nantinya. Biarlah bangkai dunia menjadi santapan mereka, maka orang-orang beriman harusnya berlindung dari hina dan rendahnya nilai bangkai dunia. Renungkan kalimat Nabi mewanti-wanti: “Seandainya dunia ini sama nilainya dengan sayap nyamuk di sisi Allah ta’ala. Begitu Nabi mengumpamakannya, orang kafir tak akan diberi rezeki walau seteguk air sekedar membasahi kerongkongannya. Lanjut Nabi memberi tau ummat kecintaanya.
Srigala dunia biarlah berebut bangkai untuk memuaskan dahaganya. Manusia yang punya akal sehat jangan mau disamakan dengan srigala. Kalau srigala berebut bangkai hina, wajar karena dia memang diberi rezekinya berupa bangkai oleh Allah sebagai penguat perut kosongnya, namun manusia beriman tentu tidak seperti mereka. Allah titahkan manusia makan makanan yang baik sebagai rezeki berkah dari Allah ta’ala. Jika ternyata kita justru berebut juga, justru lebih hina dari srigala yang berebut bangkai sesama mereka. : “Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat rakus manusia terhadap harta dan kedudukan yang akan merusak agamanya.”.
Kita renungkan sejenak dalam-dalam. : Dunia bak bayangan. Kalau kau kejar kencang, ia akan lari tunggang-langgang. Belakangilah, ia tak punya pilihan selain mengikuti langkah demi langkah kalian.” (Ibnu Qayyim Al Jauziyyah)
Oleh: Muhammad Khumaidi