Merebaknya fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang cerminan melemahnya daya beli, membuat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto angkat bicara.
Di menepis kabar tersebut seiring Badan Pusat Statistik (BPS) yang baru saja mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen. Kedua fenomena itu, hanya isu yang ditiup-tiup.
“Ini menunjukkan bahwa terkait dengan isu Rohana dan Rojali ini isu yang ditiup-tiup. Jadi, faktanya berbeda. Tentu ini yang harus kita lihat,” ujar Menko Airlangga saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Diterangkan mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar itu, saat ini, telah terjadi pergeseran pola konsumsi atau belanja di masyarakat. Dulu, konsumen Indonesia terbiasa berbelanja secara offline, kini bergeser ke online.
Sehingga wajar jika jumlah pengunjung mal atau pusat perbelanja, tergerus signifikan. Tercatat jumlah masyarakat yang berbelanja secara online tumbuh 7,55 persen di kuartal II-2025 dibandingkan kuartal I-2025.
“Kita lihat transaksi ritel online ini baru dirilis oleh BPS, tahun kemarin tidak di-track tapi tahun ini sudah mulai di-track. E-retail dan marketplace tumbuhnya kuartal to kuartal, sebesar 7,55 persen,” kata dia.
Dia memberikan contoh, produk online yang paling banyak dibeli yaitu personal care dan kosmetik. Pertumbuhannya mendekati 17 persen. Disusul produk rumah tangga dan kantor yang bertumbuh 29,38 persen.
“Kalau kita lihat kinerja keuangan sektor ritel dari 3 perusahaan pabrik, 1 minimarket yang dua salah satu yang banyak outlet di mall, seluruhnya semester I ini pertumbuhannya mendekati 5 persen yaitu 4,99 persen, 6,85 persen dan 12,87 persen,” jelas dia.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Tommy Kurniawan menyebut, tren ‘Rojali’ dan ‘Rohana’ merupakan sinyal pelemahan daya beli masyarakat yang perlu segera direspons pemerintah.
“Kita tidak bisa menutup mata. Fenomena Rojali dan Rohana mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang lesu. Ini alarm penting bahwa daya beli terus melemah dan harus segera disikapi,” ujar Tomkur, sapaan akrabnya di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Dia mendorong pemerintah untuk memperkuat sektor rumah tangga yang merupakan penggerak utama ekonomi nasional. Ia menekankan pentingnya inovasi dalam pelayanan dan kebijakan ekonomi agar masyarakat kembali bergairah berbelanja.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2025 hanya mencapai 4,87 persen, turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 4,91 persen. Padahal sebelum pandemi COVID-19, angka ini sempat menyentuh 5,4 persen. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 52 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
“Masyarakat kini jauh lebih selektif dalam berbelanja. Kalau dulu langsung beli, sekarang mereka bandingkan harga di toko online, tunggu promo, bahkan kadang hanya tanya tanpa niat beli. Inilah yang menyebabkan banyak pusat perbelanjaan tampak sepi,” jelasnya.
Sumber : www.inilah.com