Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

Situasi Geopolitik Yang Tidak Stabil, Airlangga : Dunia baru mulai bernapas, enggak bisa napas lagi

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggarisbawahi berbagai risiko yang muncul akibat situasi geopolitik yang tidak stabil, yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian Indonesia. Airlangga mengungkapkan bahwa ketidakpastian geopolitik baru di Timur Tengah, bersama dengan konflik di Ukraina dan Israel-Hamas, telah menambah tingkat ketidakpastian. Ini disampaikan oleh Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian pada Senin, 6 November 2023. Dia menyatakan, “Dunia baru mulai bernapas, enggak bisa napas lagi.”

Meskipun demikian, pemerintah akan terus berupaya untuk melakukan mitigasi terhadap risiko yang mungkin muncul akibat perang Israel-Hamas. Pemerintah akan terus memantau ketegangan tersebut dengan cermat. Airlangga mengungkapkan ketidakpastian tentang berapa lama ketegangan tersebut akan berlangsung dan berencana untuk mengantisipasi.

Airlangga juga memprediksi bahwa ketegangan tersebut akan berdampak pada harga berbagai komoditas, seperti minyak, mengingat pertumbuhan ekonomi global yang menurun. Namun, dia menyatakan bahwa efek kenaikan harga tersebut masih akan kuat dalam jangka pendek.

Selain perang yang tengah berlangsung, Airlangga juga mengacu pada fenomena El Nino yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Dia menyoroti bahwa perubahan iklim juga belum terselesaikan dan menyebabkan ketidakpastian dalam pasokan pangan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa dunia sedang menghadapi dinamika yang sangat volatil. Beberapa negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan Eropa sedang menghadapi tantangan mengendalikan ekonomi mereka.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa dampak dari dinamika tersebut merambat ke seluruh dunia, mengingat pengaruh ketiga wilayah ini terhadap perekonomian global, mencapai lebih dari 40 persen. Amerika Serikat, sebagai contoh, sudah menghadapi inflasi tinggi dan sedang menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga yang sangat signifikan, yaitu 5 persen dalam waktu hanya 14 bulan, telah menyebabkan aliran modal keluar dari berbagai negara, sehingga modal tersebut kembali ke Amerika atau diambil dengan bunga yang tinggi.”

Exit mobile version