Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

Penderitaan Anak-anak Palestina: “Kami hanya ingin hidup seperti orang lain, ingin menjalani kehidupan seperti anak-anak di seluruh dunia”

Seorang anak palestina dan reruntuhan bangunan akibat bom Israel

Wawaimedia – Seorang gadis Palestina berusia 12 tahun, Nadine Abdul Latif, merasa tidak percaya dia masih hidup setelah rumahnya di Kota Gaza dihancurkan dalam serangan udara yang dilakukan oleh Israel. Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese menyampaikan bahwa 40% dari semua korban tewas akibat serangan Israel adalah anak-anak.

Nadine, yang masih sangat muda, sekarang berada di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza setelah rumahnya hancur akibat serangan tersebut.

“Saya merasa takut,” kata gadis Palestina ini kepada Anadolu Agency (AA) pada hari Rabu (25/10/2023).

Sepupu Nadine juga mengalami luka akibat pengeboman Israel tersebut.

“Kami dengan cara yang sangat beruntung selamat dari serangan itu, namun kami hidup dalam ketakutan,” ujarnya.

Israel telah melancarkan operasi pengeboman besar-besaran di Jalur Gaza setelah aksi Hamas menyeberangi perbatasan ke wilayah Palestina yang sekarang disebut Israel pada 7 Oktober.

Sebanyak 2,3 juta penduduk Gaza menghadapi kesulitan mendapatkan makanan, air, obat-obatan, dan bahan bakar. Konvoi bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza hanya membawa sejumlah kecil dari apa yang dibutuhkan.

“Kami hanya ingin hidup seperti orang lain,” kata Nadine.

“Kami sangat lelah, kami ingin hak-hak kami, dan ingin menjalani kehidupan seperti anak-anak di seluruh dunia,” ujar gadis kecil ini. “Kehidupan kami sangat sulit; tidak ada tempat yang aman, bahkan di gereja, masjid, atau rumah sakit pun tidak aman.”

Dalam konteks yang sama, PBB melaporkan bahwa 40% dari mereka yang tewas di Gaza akibat pengeboman oleh Israel sejak 7 Oktober adalah anak-anak.

Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, memberikan informasi kepada pers mengenai laporan yang dia sampaikan kepada Majelis Umum PBB di markas besar PBB di New York.

Albanese menyatakan, “Pengeboman berkelanjutan oleh pasukan Israel di Gaza telah mengakibatkan kematian 5.700 orang, dan 40% dari mereka adalah anak-anak. Apakah kita menyadari apa yang terjadi? Ada 15.000 orang yang menderita luka parah.” Pada Rabu malam, jumlah korban tewas di Gaza telah melampaui 6.500 orang.

Pelapor Khusus PBB ini juga mengungkapkan bahwa sejak 7 Oktober, 1,6 juta warga Palestina di Gaza telah mengungsi karena serangan brutal Israel, dan mereka kekurangan akses terhadap air, makanan, listrik, dan obat-obatan.

“Trauma dan kehancuran yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Penderitaan yang dialami oleh penduduk Gaza saat ini adalah aib bagi kita semua, terutama negara-negara anggota PBB yang memiliki kekuatan untuk menghentikannya, namun belum melakukannya,” kata Albanese.

Albanese menegaskan bahwa pengeboman yang ditujukan kepada semua warga Palestina di wilayah tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum.

Ia juga menyoroti dampak generasi pemukim Israel terhadap anak-anak di wilayah Palestina yang dikuasai. Sebagian besar hak mereka untuk hidup dengan aman dan martabat telah terkikis.

Albanese mencatat bahwa sejak tahun 2008 hingga 7 Oktober, 1.534 anak-anak Palestina tewas dan 32.175 anak-anak mengalami luka akibat serangan oleh Israel. Selain itu, sejak tahun 2000, sekitar 13.000 anak-anak Palestina telah ditangkap, diinterogasi, dan ditahan secara brutal oleh pasukan Israel.

Anak-anak Palestina bertanya, “Mengapa kami dianggap kurang manusiawi? Apakah kami dianggap kurang berharga?”

“Baru-baru ini, seorang letnan Israel menyatakan bahwa jumlah anak-anak Palestina yang secara tidak sengaja terbunuh dalam operasi yang bertujuan untuk memerangi teroris tidak signifikan. Kami juga harus mengingat pernyataannya yang menggambarkan anak-anak Palestina dan orang tua mereka sebagai teroris dan mengklaim bahwa perisai manusia sangat umum di Israel,” tegas Albanese.

Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan pada hari Rabu (25/10/2023) bahwa sekitar 70% dari 2,3 juta penduduk wilayah tersebut telah meninggalkan rumah mereka akibat serangan udara Israel yang berkelanjutan dan blokade yang membuat kondisi kehidupan mereka sangat sulit.

Exit mobile version