Wawaimedia – Kisah kontroversial seputar penghentian kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto kembali mencuat. Agus Rahardjo, mantan Ketua KPK periode 2015-2019, mengungkapkan pengalamannya saat dipanggil oleh Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penyelidikan terhadap Setnov. Peristiwa ini membuka tabir ketegangan antara lembaga antirasuah dan pemerintah.
Panggilan dari Presiden Jokowi
Pertemuan di Istana antara Agus Rahardjo dan Presiden Jokowi menimbulkan keheranan. Sebagai mantan pimpinan KPK, Agus merasa aneh karena biasanya presiden memanggil seluruh pimpinan KPK sekaligus. Namun, kali ini, Agus dipanggil sendirian dan diminta memasuki Istana melalui jalur masjid, bukan ruang wartawan.
Misteri Perintah Menghentikan Kasus
Agus Rahardjo merasa bingung ketika Jokowi dengan tegas memerintahkan penghentian kasus e-KTP yang menjerat Setnov. Sejak awal, Agus tidak memahami maksud dan tujuan dari perintah tersebut. Marahnya Jokowi menambah kebingungan Agus, yang baru menyadari bahwa kasus yang dimaksud adalah kasus Setnov.
Penolakan Agus Terhadap Perintah
Agus Rahardjo menolak keras perintah Presiden Jokowi. Dia merujuk pada Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang sudah dikeluarkan tiga minggu sebelumnya. Agus menjelaskan bahwa, pada saat itu, aturan di KPK tidak mengenal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan oleh karena itu, dia tidak bisa mematuhi perintah tersebut.
Pertanyaan Presiden kepada Pratikno
Agus mengungkapkan ketidakhasilan pertemuan tersebut karena penolakannya terhadap perintah presiden. Jokowi kemudian bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengenai apa itu Sprindik, menunjukkan ketidaktahuan Jokowi terkait proses hukum di KPK.
Revisi Undang-Undang KPK
Beberapa waktu setelah peristiwa itu, Undang-Undang KPK mengalami revisi. Saat masa revisi, lembaga antirasuah diserang oleh buzzer dan dituding sebagai sarang taliban atau radikalis, mengakibatkan kurangnya dukungan publik terhadap KPK. Setelah revisi, KPK kini memiliki mekanisme Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Merenungkan Revisi UU KPK
Agus Rahardjo merenungkan bahwa revisi UU KPK mungkin dilakukan untuk mengendalikan lembaga tersebut. Pengalaman Agus menjadi pertimbangan bahwa penguasa ingin memiliki kendali penuh terhadap KPK, sebuah lembaga independen yang seharusnya bekerja tanpa intervensi politik.
Korupsi e-KTP: Megaproyek yang Merugikan
Kasus e-KTP menjadi sorotan karena melibatkan megaproyek dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun. Setya Novanto, sebagai salah satu aktor utama, akhirnya divonis 15 tahun penjara dalam kasus tersebut.
Respon Istana Terhadap Pengakuan Agus
Istana, melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, memberikan tanggapan yang tidak memberikan jawaban tegas terkait pengakuan Agus Rahardjo. Ari lebih fokus pada proses hukum Setya Novanto yang terus berjalan hingga tingkat pengadilan.
Terkait Revisi UU KPK
Ari Dwipayana menegaskan bahwa revisi UU KPK pada tahun 2019 adalah inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto.