Bandarlampung, Wawaimedia_Pemberlakuan peraturan yang melarang penjualan gabah keluar dari Lampung diprediksi akan berdampak buruk bagi ekonomi petani. Hal ini dikarenakan diperkirakan harga jual gabah akan turun drastis akibat kemampuan penggilingan padi di daerah ini masih tidak mencukupi untuk menyerap volume hasil panen yang besar.
Di lansir dari Antara Lampung, Salah satu penyuplai gabah di Lampung, yaitu Rayon Timur, yang dihubungi di Bandarlampung pada hari Kamis, mengungkapkan bahwa petani akan menjadi korban terbesar dari kebijakan tersebut karena harga gabah diperkirakan akan jatuh bebas jika penggilingan padi di Lampung belum mampu menyerap seluruh hasil panen yang melimpah.
“Menurut hukum penawaran dan permintaan, harga akan turun jika pasokan berlebihan. Harga bisa turun di bawah Rp5.000 per kg. Petani akan menjadi korban,” kata Rayon.
Dia juga menyebutkan bahwa jika harga gabah turun, yang akan mendapat manfaat adalah penggilingan karena harga jual yang menurun. Dia memperkirakan bahwa saat harga rendah, penggilingan dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp10-15 juta dari satu kali penggilingan dengan kapasitas 20 ton.
Selain diserap oleh penggilingan lokal, gabah di Lampung juga telah lama dipasarkan kepada pembeli di luar daerah, mulai dari Jawa hingga Sumatera.
Rayon menduga bahwa ada upaya untuk menghambat pembeli dari luar daerah untuk masuk ke wilayah tersebut dengan tujuan mengurangi persaingan.
Dia berharap pemerintah daerah dapat meninjau kembali peraturan larangan penjualan gabah Lampung ke luar provinsi dengan melibatkan asosiasi petani dan bukan hanya asosiasi penggilingan padi.
“Kami berharap agar kepentingan sekelompok orang tidak mengorbankan kepentingan yang lebih luas,” jelasnya.
Rayon juga mengingatkan bahwa aturan serupa pernah diberlakukan di salah satu daerah di Sulawesi sekitar lima tahun yang lalu dan menyebabkan keributan serta protes dari petani, pedagang, dan penggilingan karena harga gabah turun secara drastis.
“Petani yang sebelumnya diam menjadi memberontak. Seharusnya kita dapat belajar dari kasus tersebut,” paparnya.
Selain itu, Rayon juga menjelaskan bahwa harga gabah kering panen (GKP) di Lampung seringkali tidak menguntungkan petani saat masa panen karena mereka sangat bergantung pada tengkulak.
Terbatasnya modal dan akses pasar menyebabkan petani, yang merupakan tulang punggung pertanian, kurang mendapatkan keuntungan. Ketergantungan ini dimulai sejak musim tanam, di mana mereka membutuhkan modal untuk pembelian benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain. Karena keterbatasan modal, mereka meminjam dari tengkulak dan akan dibayar setelah panen.