Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

Dukung Rencana Prabowo Pajaki Underground Economy, Politisi PKS: Kita Butuh Terobosan Kebijakan

Jakarta (31/10) — Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, menyatakan dukungannya terhadap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengenakan pajak pada sektor ekonomi bawah tanah (underground economy).

“Ruang fiskal di APBN kita sangat terbatas. Tax ratio atau rasio pajak kita termasuk yang terendah di ASEAN. Sedangkan target pertumbuhan ekonomi pemerintah sangat ambisius, yakni 8 persen. Ini perlu disikapi dengan kerja-kerja yang tidak biasa, tapi perlu ada terobosan kebijakan,” tegas lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.

RI masih sulit untuk mencapai angka tax ratio 11 persen. Dalam lima tahun terakhir rasio pajak Indonesia menunjukkan tren penurunan yang signifikan di mana sebagian besarnya tidak mencapai angka 10%.

Menurut data dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), rata-rata rasio perpajakan di negara-negara ASEAN pada tahun 2022 mencapai 13,6 persen. Indonesia berada di posisi terendah bersama Laos, dengan rasio pajak sebesar 10,39 persen di tahun yang sama. Rasio pajak tertinggi di kawasan ini adalah Thailand (17,18%), diikuti oleh Vietnam (16,21%), dan Singapura (12,96%).

Sebagai Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, perbankan, dan ekonomi nasional, Kholid menilai bahwa memanfaatkan sektor ekonomi bawah tanah adalah langkah yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kapasitas fiskal negara.

“Peningkatan penerimaan perpajakan tidak harus dengan menaikkan tarif pajak. Tetapi pemerintah bisa memperluas basis objek pajak yang selama ini belum tersentuh atau masih rendah kontribusinya,” terang Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat VI itu.

“Ekonomi bawah tanah yang belum diatur punya potensi penerimaan yang besar. Pemerintah bisa menggunakannya untuk pendanaan program-program dan kebijakan,” sambung Kholid.

Kholid mengingatkan bahwa defisit APBN dibatasi paling tinggi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003. Sementara itu utang pemerintah per Agustus 2024 sudah menyentuh angka Rp 8.461,93 triliun.

“Jika penerimaan pajak masih rendah maka pemerintah akan menambah utang negara lagi. Nah, tidak mau kan utang makin membengkak?” tutup Kholid.

Exit mobile version