Bandarlampung – Pemilihan Raya (Pemira) di Unila 2023 menimbulkan beberapa kontroversi. Salah satunya terkait managemen keterlaksanaan pemira yang berlangsung di FKIP Unila. Pemira yang seharusnya menjadi gambaran demokrasi diduga terdapat indikasi kecurangan akibat managemen pelaksanaan yang tidak sesuai.
Irfan Kusuma Yudha, salah satu mahasiswa PGSD FKIP Unila menuturkan bahwa panitia pemira tidak memberikan solusi inti atas chaos yang sempat terjadi. Permasalahan inti yang dimaksud adalah aksi menerobos antrian yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa lain yang tidak diketahui darimana asalnya, dan secara tiba-tiba diperbolehkan masuk dengan alasan yang tidak sinkron. Sedangkan, hanya ada satu pintu masuk.
Menurut Irfan, panitia pemira tidak mampu memanajemen waktu dan tempat dengan baik, tidak paham akan tugas, dan tidak mengerti apa yang dipermasalahkan peserta.
Irfan mengungkapkan kekecewaan karena mengaku sudah antri sejak pagi bersama peserta lain yang hendak menyalurkan suara pada pemira ini.
Indikasi ketidakprofesionalitas dari panitia pemira juga disampaikan oleh Irfan, mengingat panitia tidak on time.
“Panitia ketika ditanya tidak memberi solusi, malah mereka menyalahkan kami, kenapa tidak tertib. Sedangkan kami tidak tertib itu ya salah mereka sendiri, karena mereka tidak menyiapkan alternatif dan solusi yang lain untuk kami”, ujar Irfan.