Jakarta — Niat tulus seorang ayah untuk melindungi anaknya dari dugaan kekerasan justru berujung pada jeruji besi. Pak Abu, seorang sopir harian dan tulang punggung keluarga kecilnya, telah mendekam di tahanan Polres Jakarta Barat selama 16 hari akibat insiden yang terjadi di Masjid Jami Al-Hidayah, Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kejadian bermula pada 24 Februari 2024, ketika Fathan, putra Pak Abu yang masih berusia tiga tahun, diduga menjadi korban tindakan kasar oleh Pak Haji M. Setelah salat Isya, tanpa peringatan, Pak Haji M “mentoyor” kepala Fathan dan menarik tangannya dengan kasar hingga melemparkannya keluar dari masjid. Anak kecil itu shock, menangis histeris, dan peristiwa tersebut disaksikan langsung oleh jemaah yang terkejut dengan tindakan tersebut.
Tak terima melihat anaknya diperlakukan demikian, Pak Abu secara spontan menghampiri Pak Haji M untuk meminta penjelasan. Konfrontasi antara keduanya memuncak pada 17 Maret 2024, di mana terjadi perkelahian fisik ringan di sekitar masjid. Akibatnya, Pak Haji M mengalami memar di kepala, sementara Pak Abu menderita goresan di pelipisnya.
Meski sudah ada upaya perdamaian secara lisan, Pak Haji M tetap melanjutkan laporan polisi. Pada Agustus 2024, Pak Abu secara resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan. Hingga kini, upaya mediasi yang difasilitasi pihak kepolisian dan kejaksaan selalu menemui jalan buntu karena Pak Haji M kerap tidak hadir dalam mediasi, meskipun telah diundang berkali-kali.
Kondisi keluarga Pak Abu kini semakin tertekan. Sebagai satu-satunya pencari nafkah, penahanan ini memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Istri Pak Abu, dengan segala keterbatasannya, akhirnya melaporkan Pak Haji M ke kepolisian pada 11 Oktober 2024 atas dugaan penganiayaan terhadap anaknya. Tak hanya itu, laporan juga telah disampaikan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 15 Oktober 2024. Warga setempat turut memberikan dukungan karena ternyata bukan hanya Fathan yang menjadi korban, melainkan beberapa anak lain yang sering beribadah di masjid tersebut juga diduga mengalami perlakuan kasar dari Pak Haji M.
Edius Pratama, S.H., kuasa hukum Pak Abu dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PAHAM Indonesia), menyayangkan bahwa kasus ini belum dapat diselesaikan melalui jalur mediasi atau *restorative justice*. “Ini adalah tindak pidana ringan. Kami berharap kedua belah pihak bisa saling memaafkan demi kebaikan bersama, apalagi Pak Abu hanya ingin membela anaknya dari tindakan kekerasan,” ungkap Edius.
Kasus ini menyoroti pentingnya keadilan yang berpihak pada perlindungan anak serta keadilan bagi seorang ayah yang hanya berniat melindungi keluarganya. LBH PAHAM Indonesia berharap ada solusi damai yang segera dicapai, sehingga Pak Abu bisa kembali kepada keluarganya dan keadilan bagi anak-anak yang diduga menjadi korban kekerasan dapat ditegakkan.