Site icon Informasi Berita Rujukan Masyarakat Lampung

5 FAKTA PEMBUBARAN JEMAAT DI RAJABASA

Proses mediasi oleh kemenag

Bandarlampung, Wawaimedia_ larangan dan pembubaran ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Jalan Soekarno Hatta, Gang Anggrek RT 12, Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, pada Minggu (19/2/2023) sekitar pukul 09.30 WIB.

Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud di Bandar Lampung dibubarkan saat sedang beribadah di dalam gereja. Mereka dibubarkan oleh Ketua RT, Wawan Kurniawan, beserta sejumlah warga setempat.

Pimpinan jemaat gereja itu sudah berupaya memediasi, akan tetapi tidak berhasil. Sampai pada akhirnya Wawan Kurniawan merangsek masuk ke dalam gereja hingga berteriak membubarkan jemaat yang sedang beribadah.

Dilansir dari Detik.com Berikut ini fakta-fakta terkait insiden pembubaran paksa ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud:

1. Dibubarkan Ketua RT karena Belum Ada Izin
Pembubaran itu diakui langsung oleh Wawan Kurniawan. Dia mengaku tidak melarang, melainkan membubarkan karena tidak ada izin.

“Saya tidak melarang, saya hanya membubarkan karena mereka belum ada izin,” katanya saat ditemui

Menurut Wawan, sebelum pembubaran ini sudah ada surat pernyataan dari pihak gereja dan sudah ditandatangani oleh Pendeta Naek Siregar. Dia menyebut poin surat tersebut adalah kesepakatan tidak akan menggunakan gedung sebagai tempat ibadah kecuali tempat tinggal.

“Kesepakatan awal, dari pengurus gereja terdahulu bahwa tempat itu bukan untuk ibadah melainkan tempat tinggal. Nah mereka ini pakai untuk ibadah, dan ini sudah minggu ketiga, makanya saya ke sini,” ujar dia.

2. Ketua RT Lompat Pagar hingga Memaksa Masuk
Wawan pun mengaku memang melompati pagar ketika berupaya membubarkan ibadah di gereja tersebut. Dia menyebut tidak sabar lantaran tak juga dibukakan oleh pihak gereja.

“Kemarin saya itu lompat, karena lama proses buka kuncinya,” tegasnya.

Dia pun menyampaikan harusnya pihak gereja langsung membukakan pintu ketika dirinya meminta untuk masuk.

“Seharusnya saya selaku RT dibukain dong pintunya,” imbuhnya.

3. Pihak Gereja Sebut Izin Diurus Sejak 2014

Atas pembubaran ini, pihak gereja pun buka suara. Ketua Panitia Pembangunan Gereja Kristen Kemah Daud, Parlin Sihombing, mengatakan pihaknya sudah mengurus izin sejak 2014.

Parlin Sihombing mengatakan peristiwa itu bermula saat jemaat sedang beribadah, lalu datang ketua RT beserta beberapa oknum warga setempat. Pimpinan jemaat lalu berusaha memediasi warga yang menyerobot masuk, tapi warga sekitar tetap masuk ke gereja hingga membuat jemaat yang ada dalam gereja itu panik dan bubar.

Parlin pun mengaku heran dengan pembubaran tersebut. Dia mengatakan sebetulnya pihaknya sudah mengurus izin sejak 2014.

“Kemarin itu, Pak Wawan RT 12 dan warga sekitar, alasan mereka karena tidak ada izinnya. Tapi kami dari gereja ini 2014, sudah membuat izin itu sudah dapat 75 KTP pendukung warga sekitar dan ada tanda tangan 90 KTP jemaat lokal kita pengguna gedung dan itu juga sudah lengkap mengetahui RT ada tiga RT di situ dan juga ada kepala lingkungan ada Bhabinkamtibmas dan juga babinsa. Artinya kita sudah mengikuti prosedur SK Menteri untuk mengajukan permohonan,” lanjut dia.

4. Menag dan PGI Mengecam
Persoalan ini juga tidak luput dari respons Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Menurut Yaqut, persoalan harusnya diselesaikan dengan musyawarah sehingga tidak perlu ada aksi pembubaran.

“Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab dalam memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan,” kata Yaqut.

Yaqut mengatakan polemik itu harus dilaporkan ke stakeholder terkait mulai pemda, kepolisian, hingga Kemenag. Jadi dapat ditemukan solusi sesuai hukum dan aturan yang ada.

“Polemik izin rumah ibadah harus dilaporkan ke Pemerintah Daerah, FKUB, Kepolisian, dan Kemenag setempat agar dapat diambil langkah penyelesaiannya sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Yaqut pun sudah minta Kakanwil Kemenag Lampung turun langsung ke lapangan dan ikut membantu menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, terkait aktivitas peribadahan, sudah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006 dan Nomor: 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Pasal 18 PBM mengatur pemanfaatan bangunan gedung yang bukan rumah ibadah sebagai rumah ibadah sementara, harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati atau walikota. Dengan memenuhi persyaratan laik fungsi dan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

“Proses yang sudah diatur seperti ini sebaiknya dipatuhi oleh para pihak. Pemerintah Daerah juga diharapkan bisa berperan sesuai kewenangannya sehingga umat beragama di daerahnya bisa menjalankan ibadah dengan nyaman dan aman,” ujar Yaqut.

Pemerintah daerah, lanjut Yaqut, memiliki peran besar dalam upaya menjaga kerukunan dan perizinan rumah ibadah. Bahkan, jika ada umat beragama yang belum bisa mendirikan rumah ibadah karena belum terpenuhinya persyaratan, PBM memberi mandat kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasinya.

“Pasal 14 PBM mengatur, dalam hal persyaratan belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat,” sebut Yaqut.

Selain itu, secara terpisah, PGI juga merespons insiden pembubaran ini. PGI menyayangkan masih adanya aksi pembubaran di tahun 2023.

“Sangat disayangkan bahwa kasus-kasus seperti ini masih terjadi setelah pada Januari 2023, dalam Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Presiden Jokowi secara tajam mengkritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah, serta menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama,” kata Sekretaris Umum PGI, Pendeta Jacklevyn F. Manuputty, dalam keterangannya.

Jacklevyn mengatakan pembubaran secara paksa itu sejatinya bertentangan dengan imbauan Presiden Jokowi. Menurutnya, itu juga mencederai amanat Konstitusi tentang kebebasan beragama.

“Penghentian jalannya peribadahan dengan paksa yang dilakukan terhadap Jemaat GKKD Bandar Lampung dengan sendirinya bertentangan dengan imbauan Presiden Jokowi, sekaligus mencederai amanat Konstitusi yang menjamin kebebasan beribadah dan beragama,” ucapnya.

5. Kini Diperbolehkan Ibadah Kembali
Merespons peliknya persoalan ini, Forkopimda Pemerintah Kota Bandar Lampung pun bergerak cepat. Kini, para jemaat gereja tersebut sudah diizinkan untuk beribadah kembali.

“Tadi kami sudah melakukan rapat bersama dan disepakati bahwa pengurusan izin akan difasilitasi dan akan ada izin sementara yang memperbolehkan para jemaat gereja untuk beribadah. Izin sementara itu selama dua tahun,” kata Kapolresta Bandar Lampung Kombes Ino Harianto seperti dilansir detikSumut.

Dia juga memastikan pelaksanaan ibadah akan dijamin keamanannya oleh Polresta Bandar Lampung. Selain itu, dia menyebut pihak lurah dan camat, serta RT dan RW, akan menemui pihak gereja untuk berdiskusi terkait hal itu.

“Nantinya baik lurah dan camat akan melakukan pertemuan dengan pihak gereja tentunya bersama RT serta RW. Kami juga akan menjamin keamanan kepada siapapun umat di Kota Bandar Lampung dalam kebebasan melaksanakan ibadah yang terpenting jangan ada pelarangan, penghadangan kepada siapapun yang ingin melaksanakan ibadah,” terangnya.

Exit mobile version